Perjuangan Kaum Mama Lestarikan Kain Tenun Ikat Lamalera

Warisi Nenek Moyang, Motif Ikan Paus Jadi Primadona

Perjuangan Kaum Mama Lestarikan Kain Tenun Ikat Lamalera
KAIN MAHAL: Para mama di Desa Lamalera beraktivitas sehari-hari. Lihatlah kain tenun yang dipakai, sangat eksotis. Foto: Tri Mujoko Bayuaji/Jawa Pos

’’Kalau dulu harus di luar (rumah) menenunnya. Kalau sekarang, bisa berpindah ke mana saja,’’ katanya lantas tersenyum.

Sejak dibuat ratusan tahun silam, tenun ikat Lamalera tetap mempertahankan motif asli. Salah satu motif yang paling disukai dan eksis adalah gambar ikan paus, lengkap dengan peledang atau perahu pemburu paus dengan kombinasi motif ikan pari.

Tenun ikat yang tengah dibuat Agnes ketika itu juga bermotif ikan paus tersebut. Dia belajar secara turun-temurun dari orang tuanya.

’’Sebelum kain diikat, motif harus sudah diwarnai dan diurutkan dengan motif warna yang dipilih,’’ jelasnya.

Pewarnaan motif kain tenun ikat Lamalera saat ini lebih mudah. Agnes menyatakan, warna tenun bisa ditentukan dengan menggunakan tinta dari pabrik. Kalau dulu, tinta harus dibuat lebih dulu dari akar pohon clore.

’’Akar bawahnya diambil, dicincang, ditumbuk, baru direbus,’’ kata Agnes.

Warna dari akar clore menjadi warna cokelat. Benang yang sudah disiapkan tinggal dicelupkan sampai berubah warna. Warna lain membutuhkan bahan lain yang juga didapat dari alam.

’’Kalau mau hijau, dari daun. Biasanya pakai daun kacang panjang. Warna kuning dari kunyit. Prosesnya sama, dengan direndam,’’ kata nenek berusia 66 tahun itu.

TENUN ikat Lamalera, Nusa Tenggara Timur (NTT), memang terkenal eksotis. Karena itu, tak heran bila hasil kerajinan tangan para mama (sebutan kaum

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News