Perjuangan Kaum Mama Lestarikan Kain Tenun Ikat Lamalera

Warisi Nenek Moyang, Motif Ikan Paus Jadi Primadona

Perjuangan Kaum Mama Lestarikan Kain Tenun Ikat Lamalera
KAIN MAHAL: Para mama di Desa Lamalera beraktivitas sehari-hari. Lihatlah kain tenun yang dipakai, sangat eksotis. Foto: Tri Mujoko Bayuaji/Jawa Pos

Untuk ritual pernikahan, kain tenun Lamalera juga sangat berperan. Jika ada lelaki yang melamar perempuan Lamalera, pihak perempuan biasanya akan memberikan persembahan berupa sarung adat. Sarung adat itulah yang biasanya dijahit untuk digunakan sebagai baju mempelai pria.

Sementara itu, maskawin yang diberikan mempelai laki-laki tak kalah mewah. Kain tenun ikat tersebut biasanya ditukar dengan gelang-gelang dari gading gajah yang sangat berharga. Ragam maskawin itu merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang.

Bagi masyarakat di luar Lamalera, mengenakan kain tenun ikat merupakan kebanggaan tersendiri. Masyarakat NTT di luar Lamalera biasa menggunakan tenun ikat itu untuk menghadiri acara penting. Dengan nilai jual yang tinggi, tenun ikat Lamalera memiliki prestige bagi yang menggunakan.

Di Desa Lamalera, kain-kain itu dijual langsung kepada pembeli yang datang ke rumah-rumah warga. Banyak juga yang menjual ke wisatawan yang datang dengan kapal pinisi yang berlayar dari Denpasar. Biasanya kapal akan bersandar di Pantai Lamalera. Saat itulah para mama menawarkan dagangannya kepada wisatawan.

’’Kami biasanya menjual tepat di pinggir pantai,’’ ujarnya. (*/c5/ari)


TENUN ikat Lamalera, Nusa Tenggara Timur (NTT), memang terkenal eksotis. Karena itu, tak heran bila hasil kerajinan tangan para mama (sebutan kaum


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News