Perjuangan Yudiutomo Imardjoko Hidupkan BatanTek yang Hampir Mati
Pilih Pulang meski Digaji Rp 100 Juta di Luar Negeri
Sabtu, 14 Juli 2012 – 00:14 WIB
Dia pun harus merelakan gaji USD 11.000 per bulan (sekitar Rp 100 juta) dan berbagai fasilitas mewah sebagai konsultan PBB. "Saya kemudian kirim CV (curriculum vitae), ikut fit and proper test, dan alhamdulillah diterima," katanya lantas tersenyum.
Suami dari Dr Diatri Nari Ratih itu akhirnya diangkat sebagai direktur utama PT BatanTek pada 26 Juli 2011. Meski menjadi orang nomor satu, Yudi tidak bisa berleha-leha di kursi Dirut. Sebab, saat itu, BatanTek terancam gulung tikar karena sejak 2010 Badan Tenaga Atom Internasional atau
International Atomic Energy Agency (IAEA) melarang pengayaan uranium tingkat tinggi untuk produksi radioisotop.
Padahal, selama ini bisnis utama BatanTek memproduksi radioisotop untuk kebutuhan kedokteran. Dalam dunia medis modern, radioisotop sangat diperlukan karena bisa menghasilkan diagnosis dengan tingkat presisi tinggi.
Ilmuwan nuklir di Indonesia termasuk langka, apalagi yang reputasinya sampai diakui dunia. Salah satu yang langka itu adalah Ir Yudiutomo Imardjoko
BERITA TERKAIT
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408
- Melihat dari Dekat Upaya Tanoto Foundation Membentuk Generasi Unggul di TSG 2024