Perkawinan Syeh Puji-Ulfa yang Sarat Kontroversi

Istri Pertama di Ruang Utama, Istri Kedua di Paviliun

Perkawinan Syeh Puji-Ulfa yang Sarat Kontroversi
Syeh Puji didampingi (dari kanan), Lutfiana Ulfa, Umi Hanni, dan santriwati Pondok Pesantren Miftahul Jannah. Foto:RADAR SOLO/JPNN
Desa itu memiliki stasiun kereta tua yang sampai sekarang aktif dipergunakan sebagai kereta wisata dari Ambarawa. Wisata dengan kereta bergerigi (satu-satunya di Indonesia) ke Bedono –sambil melihat pemandangan alam pegunungan yang sangat indah– hingga sekarang diminati wisatawan asing, terutama dari Belanda.

Ponpes Miftahul Jannah yang memiliki gerbang tembok dengan hiasan tulisan Arab pada pilar dan pintu besinya bukan ponpes biasa.

Dibangun di atas lahan lebih dari lima hektare, kompleks pondok yang memiliki 600 santri itu juga menjadi kantor PT Sinar Lendoh Terang (Silenter), perusahaan sang pendiri, Syeh Puji. Sebagai putra asli Bedono kelahiran 4 Agustus 1965, Syeh Puji awalnya hanya lulusan SPG (Sekolah Pendidikan Guru) Don Bosco, Semarang. Setelah tamat dari SPG, dia hijrah ke Jakarta.

Di ibu kota dia bekerja serabutan, termasuk menjadi kuli bangunan, sebelum akhirnya sukses jadi salesman buku-buku ensiklopedia. ”Saya kenal keluarga Cendana,” kata Pujiono ketika ditanya Jawa Pos tentang salah satu kunci sukses menjadi salesman buku-buku mahal itu.

Pada awal 1990-an dia kembali ke Bedono. Dengan uang Rp 460 juta yang dikumpulkan dari kerja kerasnya, dia membuka usaha di kampung halaman yang sebagian besar warganya adalah petani (terkenal dengan buah kelengkeng). Usaha kerajinan kuningan PT Silenter yang produksinya, antara lain, kaligrafi berbingkai itu berkembang cukup pesat. Dengan jumlah karyawan sekitar 2.600 orang, produk perusahaan itu kini sudah merambah ke Malaysia, Brunei, dan Arab Saudi.

Syeh Puji selalu beralasan menikahi Lutfiana Ulfa yang masih di bawah umur itu dengan niat baik. Tapi, apakah ”niat baik” saja cukup

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News