Perkebunan Nike

Oleh Dahlan Iskan

Perkebunan Nike
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Manajemen perusahaan lebih sibuk menghadapi masalah daripada membuat kemajuan. PTPN serbakalah.

Itu seperti main sepak bola kalah 0-5. Kalau yang kalah itu MU, mungkin hanya lagi nasibnya saja yang sial.

Akan tetapi yang kalah ini sudah diketahui semua orang: pasti akan kalah 0-5. Pun sejak sebelum bermain.

Yang terbayang di otak saya waktu itu: PTPN memberi hak garap kepada penduduk sekitar. Setiap orang mendapat 2 hektare. Dipilih yang mau bekerja keras. Yang mau diikat perjanjian hukum dengan PTPN.

PTPN-lah yang menentukan desain kebun, jenis tanaman, model penggarapan, tata cara pemeliharaan, pemupukan, penanganan panen, dan bagi hasilnya.

PTPN menjadi off taker mereka dan memasarkannya. Kebun itu menjadi ''milik'' puluhan ribu rakyat, dengan supervisi oleh PTPN –atau konsultan yang ditunjuk.

Langkah itu bisa dimulai dari perkebunan tebu, teh, karet dan tembakau di Jawa. Atau dimulai dari yang paling ruwet: di Sumut.

Saya tidak melihat ada cara lain untuk memperbaiki PTPN kita. Yang sifatnya benar-benar tuntas –bukan 'tuntas' tuntutan dari atas.

Mumpung pula kita lagi punya presiden yang suka bagi-bagi sertifikat tanah. Maka ide ini kelihatannya bisa menemukan waktunya yang tepat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News