Perlu Revolusi Mental Tahap Kedua

Perjalanan Penuh Nikmat tanpa SPPD

Perlu Revolusi Mental Tahap Kedua
Perlu Revolusi Mental Tahap Kedua
Saya hampir bisa tidur, tapi pintu kamar sudah diketok: sudah pukul 05.00. Sudah waktunya harus menuju ke dermaga. Pagi-pagi itu kami dari Masohi ingin ke Pulau Saparua. Ini agar tidak telat menghadiri acara pokok di Ambon pukul 10.00. Pagi itu, ketika mulai meninggalkan dermaga, cuaca sangat cerah. Pagi yang indah di Pantai Masohi.

Namun, ketika speedboat sudah meraung selama 15 menit, mulailah gelombang datang. Teman PLN Maluku masih bisa menenangkan hati saya. "Biasa Pak Dis, kalau meninggalkan wilayah teluk mesti bergelombang begini," katanya. "Inilah gelombang yang diakibatkan bertemunya arus laut terbuka dengan laut di kawasan teluk," tambahnya.

Ternyata tidak begitu. Ketika speedboat kian ke tengah laut pun, gelombang kian tinggi. Speedboat pun terhentak-hentak keras. Saya sudah mulai melirik di mana pelampung-pelampung diletakkan. Oh, tidak jauh dari jangkauan tangan saya. Kalau?mendadak situasi darurat, saya akan bisa meraih pelampung itu dengan mudah. Cuaca ternyata benar-benar dengan cepat memburuk. Langit gelap. Mendung tebal menggelayut. Hujan pun bresss, turun di tengah laut.

Pengemudi speedboat tiba-tiba menoleh ke belakang. Dia mengucapkan kata-kata dengan nada minta keputusan. "Kian ke depan gelombang kian tinggi. Kita tidak bisa meneruskan perjalanan ke Saparua. Baiknya membelok ke arah Pulau Haruku," katanya. Yah, apa boleh buat. Niat ke Saparua pun batal. Bahkan, ke Haruku pun tidak mampu. Speedboat membelok langsung ke arah Pulau Ambon. Berarti masih akan menempuh perjalanan 1 jam lagi. Saya lihat dari delapan jeriken bensin masih tersisa dua jeriken. Rasanya masih cukup untuk sampai di Ambon.

TIDAK terasa "puasa perjalanan dinas sebulan penuh" di PLN sudah berjalan 20 hari. Setelah dijalani dengan sungguh-sungguh, ternyata tidak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News