Perlu Sanksi Politik Terkait Kouta Perempuan
Sabtu, 03 Maret 2012 – 13:56 WIB
JAKARTA-Menjelang disahkannya UU Pemilu yang baru, kembali muncul aspirasi untuk memperkuat keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Meski UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu telah mengatur kuota 30 persen keterwakilan perempuan, UU tersebut belum mencantumkan sanksi bagi partai politik yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. Padahal secara psikologis urutan nomor sangat menentukan preferensi pemilih dalam memberikan suara. Di sisi lain, harus diakui pula hambatan sosio kultural masih menjadi faktor penghambat perempuan agar bisa terlibat dalam ranah politik.
’’Untuk UU Pemilu yang baru, kuota 30 persen tetap dipertahankan, namun diperkuat dengan kewajiban terpenuhinya kuota tersebut di setiap daerah pemilihan, serta diusulkannya sanksi bagi partai yang tidak melaksakannya berupa teguran dari KPU,’’ jelas anggota Panja RUU Pemilu DPR RI Nurul Arifin dalam dialog Perspektif Indonesia di DPD RI.
Baca Juga:
Diakui Nurul, saat ini masih ada penolakan dari beberapa partai mengenai aturan kuota 30 persen ini. Mereka beranggapan saat ini sulit mencari kader perempuan berkualitas. Dengan sistem nomor urut seperti dalam pemilu 2009, perempuan masih sangat jarang menempati nomor atas 1 dan 2 dalam daftar calon legislatif.
Baca Juga:
JAKARTA-Menjelang disahkannya UU Pemilu yang baru, kembali muncul aspirasi untuk memperkuat keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Meski UU
BERITA TERKAIT
- Jokowi Aktif Mendukung Paslon Tertentu, Al Araf: Secara Etika Itu Memalukan
- Al Araf Nilai Jokowi Memalukan Turun Kampanye di Pilkada 2024
- Polres Pematangsiantar Siap Berikan Keamanan di TPS Saat Pilkada Berlangsung
- Temuan Perludem: Ribuan Kasus Dugaan Pelanggaran Netralitas ASN di Pilkada Serentak 2024
- Jenderal Sigit Pastikan Kesiapan Polri Jelang Pilkada Serentak 2024
- BKD Banten Periksa Pejabat Kesbangpol Soal Spanduk Kontroversial, Sanksi Menanti