Perludem Sebut Penundaan Pemilu Sebagai Upaya Melecehkan Konstitusi

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan menilai wacana penundaan pemilu sebagai upaya melecehkan konstitusi.
Menurut dia, wacana penundaan pemilu tidak relevan jika dikaitkan dengan pemulihan ekonomi nasional.
Sebab, bukan hanya pemilu yang menjadi faktor utama fluktuasi ekonomi nasional, tetapi juga kebijakan pemerintah, ekspor dan impor, serta faktor lainnya.
"Ketika ingin melaksanakan penundaan pemilihan, itu sangat jelas bertentangan dengan konstitusi pada Pasal 22 E Ayat 1 UUD 1945," kata Kahfi, Sabtu (19/3).
Aturan tersebut menjelaskan pemilu harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil).
Konstitusi juga mengatur pemilu untuk diadakan secara periodik, yaitu lima tahun sekali.
Sebagai negara demokrasi, pemerintahan Indonesia seharusnya berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat yang diimplementasikan melalui pemilu.
"Itulah salah satu cara kita berkomitmen terhadap demokrasi," kata Kahfi.
Peneliti Perludem Kahfi Adlan menyebut wacana penundaan pemilu sebagai upaya melecehkan konstitusi.
- Menyusun Arah Baru Pembangunan Nasional: Urgensi PPHN Dalam Tata Kelola
- Ahli Kepemiluan Usul Ambang Batas Maksimal 50 Persen di Pilpres dan Pilkada
- Waka MPR Dorong Keterlibatan Aktif Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Cagar Budaya
- MPR Targetkan Pembahasan Substansi dan Bentuk Hukum PPHN Tuntas Pada Agustus 2025
- Ibas Tekankan Pentingnya Penguatan SDM Lewat Pendidikan Konstitusi yang Masif dan Menarik
- Jumlah Anggota Koalisi Parpol di Pilpres Perlu Diatur Mencegah Dominasi