Permintaan Terakhir Rhys
Sabtu, 08 Mei 2021 – 20:37 WIB

A portrait of teenage Wudinna high school student Rhys Habermann, who died in 2017 after a battle with cancer, next to the framed words "freedom and change". (ABC News: Carl Saville)
Pada 11 Januari 2017, didampingi sejumlah anggota keluarganya, Rhys melakukan bunuh diri.
Liz, ibunya, tak akan pernah bisa melupakan saat-saat terakhir menjagai Rhys yang berbaring dengan tubuh yang kian melemah.
"Dia tak ingin mati. Dia hanya ingin agar tidak kesakitan lagi," tukas Liz.
"Dia bilang, Ibu, kamu nanti bisa masuk penjara. Kami hanya menjawab, biar saja, Nak. Ketika itu dia tengah mengajariku makna cinta tanpa syarat."
"Rhys menghabiskan 18 bulan terakhir hidupnya, berusaha mencari cara terbaik untuk mati, yang tidak akan menghancurkan kami sepenuhnya."
Di Australia Selatan, sampai saat ini tidak ada aturan hukum yang mengizinkan eutanasia secara sukarela.
Tatkala Rhys Habermann, seorang remaja yang sakit parah, menyampaikan pesan terakhirnya pada suatu malam di bulan Januari yang panas empat tahun lalu, ia bermaksud melindungi orangtuanya dari tuntutan hukum
BERITA TERKAIT
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia
- Dunia Hari Ini: Siap Hadapi Perang, Warga Eropa Diminta Sisihkan Bekal untuk 72 Jam
- Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia, Begini Reaksi Australia
- Dunia Hari Ini: Katy Perry Ikut Misi Luar Angkasa yang Semua Awaknya Perempuan
- Dunia Hari Ini: Demi Bunuh Trump, Remaja di Amerika Habisi Kedua Orang Tuanya