Persepsi Warga tentang Adiksi Sabu di Australia Berlebihan
Kamis, 13 Agustus 2015 – 23:23 WIB
Persepsi Warga tentang Adiksi Sabu di Australia Berlebihan
Riset terbaru menunjukan warga Australia memiliki keyakinan yang berlebihan mengenai masalah narkoba sabu di negaranya. Sementara pakar memperingatkan menganggap narkoba sebagai masalah yang umum terjadi justru akan semakin mendorong orang mencoba menggunakannya.
Sebuah survey yang dilakukan terhadap 11.000 orang menunjukan kalau hanya 1 dari 7 orang responden yang mengetahui dengan akurat jumlah kasus atau prevalensi narkoba sabu di Australia. Data ini dirilis berbarengan dengan pernyataan Tony Abbott hari ini yang menggambarkan narkoba sabu sebagai momok narkoba terburuk yang pernah dihadapi Australia. Abbott mengumumkan Pemerintah Federal akan mengucurkan uang lebih banyak untuk mengatasi masalah ini – yakni senilai $18 juta selama lebih dari 4 tahun untuk mendanai upaya Komisi Kejahatan Australa melacak sindikat narkoba. "Narkoba sabu saat ini telah menjadi momok bagi Australia,” "Selama bertahun-tahun kita menghadapi masalah obat-obatan illegal, berbeda dengan obat illegal ini merupakan gelombang terbaru dan yang terburuk,” Perdana Menteri Tony Abbott tidak hanya satu-satunya orang yang menggunakan bahasa keras mengenai masalah narkoba sabu di Australia, dan menurut para peneliti masalah ini sikap seperti ini membuat masalah narkoba semakin parah. Jan Copeland, Direktur Pusat Pencegahan dan Informasi Ganja Nasional, hanya satu dari 7 responden yang memiliki gambaran akurat mengenai masalah ini. "Hampir setengah dari mereka yang menjadi responden meyakini ada sekitar 30 hingga 100 persen warga Australia yang menjajal narkoba sabu selama hidupnya, dan tentu saja ini jauh sekali dari gambaran yang sebenarnya yakni hanya 7 persen,” Professor Copeland. Menurutnya persepsi yang salah ini akan semakin membuat narkoba sabu semakin menarik bagi mereka yang berpikir hendak mencobanya. "Kita tahu kalau ketika penggunaan narkoba dilihat sebagai masalah yang normal, maka itu artinya orang-orang akan cenderung untuk mencoba dan menggunakannya,” katanya. "Jadi penting bagi kita untuk menyatakan kalau masalah narkoba yang sesungguhnya di Australia itu hanya 7 persen,” Riset ini juga memperoleh temuan mengejutkan mengenai profil pengguna narkba, dimana mayoritas pengguna ternyata kalangan warga berpenghasilan menengah dan berpenghasilan tinggi. "Jadi mereka bukan semacam orang yang bermasalah dan tinggal di caravan di halaman belakang, mereka merupakan warga Australia kebanyakan,” Professor Copeland. Salah satu warga mainstream Australia adalah Mark, yang tidak ingin namanya diungkapkan. "Awalnya saya merasa sangat enak, dan membuat saya selalu terjaga dan penuh perhatian,” katanya. Dia menghisap sabu sekali atau dua kali dalam seminggu, biasanya pada hari Jum’at atau Sabtu dan mengorbankan pekerjaan yang memberinya penghasilan lebih dari $150.000 per tahun. "Tapi Saya tidak merasa narkoba itu berpengaruh pada kinerja saya di hari berikutnya, saya bisa melanjutkan hari dengan cukup normal," kata Mark. "Anda lihat beberapa iklan ini di TV dan itu menggambarkan pengguna narkoba seperti gelisah dan agresif. Saya tidak merasa seperti itu sama sekali." Profesor Copeland mengatakan prevalensi penggunaan narkoba di kalangan menengah dan berpenghasilan tinggi di Australia adalah bukti bahwa siapa pun bisa berakhir sebagai pengguna narkoba dan beresik menjadi kecanduan. "Penggunaan dan adiksi narkoba sabu dapat terjadi pada siapa saja, tidak ada keluarga atau orang yang kebal dari godaan," katanya. "Ketika kita mencermati alasan mengapa orang menggunakan, mengapa mereka mencoba, itu karena teman-teman mereka menggunakannya, karena mereka ingin berpesta habis-habisan atau karena mereka hanya ingin tahu, dan ini adalah alasan yang sangat umum bagi orang untuk terlibat dalam semua jenisperilaku.
Riset terbaru menunjukan warga Australia memiliki keyakinan yang berlebihan mengenai masalah narkoba sabu di negaranya. Sementara pakar memperingatkan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News