Pertamina Rugi karena Faktor Fundamental dan Beban Sosial Terlalu Tinggi
jpnn.com, JAKARTA - Pertamina menunjukkan hasil negatif pada semester I-2020 dengan nilai kerugian mencapai 767,92 juta dolar Amerika atau setara Rp11,13 triliun.
Kerugian Pertamina tersebut, selain disebabkan faktor fundamental, juga karena beban sosial yang terlalu tinggi.
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Center for Energy Policy, M. Kholid Syeirazi, di Jakarta (28/8/2020).
Beban sosial itu adalah pelaksanaan fungsi PSO (Public Service Obligation) berupa penyaluran harga BBM/BBG di bawah harga keekonomian, termasuk program BBM satu harga.
Pertamina, menurut Kholid, terus mengalami anomali karena pendapatannya yang terbesar dari bisnis hilir dengan margin yang kecil.
Bisnis hilir sebagian bercampur dengan penugasan Pemerintah untuk mendistribusikan BBM dengan selisih harga yang ditetapkan Pemerintah.
Sebagai pelaksana PSO, Pertamina berhak mendapat kompensasi yang ditunggak dan dicatat sebagai piutang perusahaan ke Pemerintah.
Nilainya secara kumulatif sejak 2017 mencapai Rp 96,5 triliun.
Pertamina menunjukkan hasil negatif pada semester I-2020 dengan nilai kerugian mencapai 767,92 juta dolar Amerika atau setara Rp11,13 triliun.
- Libur Natal 2024, Konsumsi Pertamax Naik 21,7 Persen di Sumbagsel
- Keberadaan Satgas Nataru Diyakini Turut Menekan Angka Kecelakaan
- Sepanjang 2024 PHE ONWJ Inisiasi 49 Program CSR
- Ini Langkah Strategis PHE OSES dan RSO PTK Perkuat Keamanan Laut
- Pertamina dan Kementerian ATR/BPN Bersinergi Memperkuat Infrastruktur Energi Nasional
- Pantau Satgas Nataru Pertamina, Wakil Menteri ESDM Jamin Ketersediaan Energi di Medan