Pertamina yang Harus Lebih Merdeka

Pertamina yang Harus Lebih Merdeka
Pertamina yang Harus Lebih Merdeka

jpnn.com - UCAPAN selamat itu mula-mula saya ragukan. Karena itu saya tidak segera menanggapi. Masak sih Pertamina sudah berkembang sehebat itu? Sudah bisa masuk Fortune Global 500? Maka, SMS dari wartawan itu saya abaikan.

Tapi, kian sore SMS sejenis terus berdatangan. Kepada salah seorang yang saya kenal tidak biasa guyon, saya balas SMS itu: benarkah Pertamina masuk Fortune Global 500? Beritanya dari mana? Sumbernya tepercaya?

Ternyata datang balasan: berita itu bersumber dari konferensi pers resmi Fortune, majalah ekonomi perusahaan terkemuka Amerika Serikat. Jadi, berita itu bukan isapan jempol atau olok-olok.

Saya masih belum percaya. Saya hubungi Dirut Pertamina Karen Agustiawan untuk mengecek apakah dia juga sudah mendapat berita itu. Sama. Sudah. Dia juga cukup hati-hati. Dia melakukan check and recheck. Ternyata benar adanya.

Majalah ini sudah puluhan tahun, tiap tahun, melakukan pemilihan 500 perusahaan terbaik. Daftar itu diumumkan setahun sekali di majalah yang sangat prestisius itu. Sudah begitu legendarisnya daftar 500 perusahaan terbaik dunia versi majalah Fortune itu sehingga banyak CEO memiliki target untuk bisa masuk Fortune Global 500.

Saya pun demikian. Saya berharap di akhir masa jabatan saya sebagai menteri akan ada salah satu BUMN yang berhasil masuk Fortune Global 500. Cita-cita seperti itu bukan hanya saya yang memiliki. Satu kelompok ekonom Indonesia pernah merumuskan road map untuk kemajuan Indonesia di tahun 2020. Salah satu rumusannya adalah: pada 2020 diharapkan sudah ada lima perusahaan Indonesia yang masuk Fortune Global 500.

Bahwa Pertamina yang menjadi perusahaan pertama Indonesia yang berhasil masuk Fortune Global 500 awalnya tidak banyak diperhitungkan. Perkiraan awal dulu, swastalah yang pertama masuk kelompok itu. Misalnya dari Grup Salim, Prajogo Pangestu, Grup Astra, kelompok Gudang Garam, atau kelompok Djarum. BUMN dengan keterbatasannya di bidang pengembangan perusahaan tidak banyak diharap. Terutama di akhir-akhir masa Orde Baru.

Tapi, begitu dua tahun lalu laba Pertamina mencapai Rp 23 triliun dan 2012 naik menjadi Rp 25 triliun, laju BUMN ini tidak akan bisa dikejar swasta. Apalagi kalau harga elpiji boleh mengikuti harga pasar. Laba Pertamina tahun lalu bisa naik Rp 5 triliun menjadi Rp 30 triliun. Ini karena dari bisnis elpiji 12 kg saja, Pertamina rugi Rp 5 triliun.

UCAPAN selamat itu mula-mula saya ragukan. Karena itu saya tidak segera menanggapi. Masak sih Pertamina sudah berkembang sehebat itu? Sudah bisa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News