Pertimbangkan Deponering, Jaksa Agung Cari Selamat?
jpnn.com - JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Khairul Huda mempertanyakan langkah Jaksa Agung mengambil-alih kasus yang melibatkan mantan Ketua KPK Abraham Samad, Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto dan penyidik KPK, Novel Baswedan.
Alasan yang digunakan oleh Jaksa Agung mengambil alih kasus tersebut menurutnya, tidak masuk akal dan justru akan menimbulkan kecurigaan akan adanya deal-deal dengan KPK.
"Jaksa Agung mengatakan akan mempertimbangkan untuk mendeponering atau kasus itu dengan pertimbangan aspirasi masyarakat dan demi kepentingan umum. Ini menurut saya melanggar sumpah jabatan karena Jaksa Agung harus menjalankan tugas selurus-lurusnya. Kepentingan umum tidak bisa ditafsirkan seperti itu," kata Khairul Huda, di Jakarta, Senin (9/2).
Deponering perkara lanjutnya, hanya bisa dilakukan kalau ada kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar. Dalam kasus tersebut, menurutnya tidak ada kepentingan negara yang lebih besar yang bisa dikesampingkan. "Kasus Samad dan Bambang berbeda dengan kasus Chandra-Bibit yang dideponering karena saat itu mereka masih menjabat, berbeda dengan Samad dan Bambang yang sejak dikeluarkannya Perppu pemberhentian, sudah tidak menjabat dan oleh karenanya tidak ada lagi kepentingan negara atau lembaga," jelasnya.
Dia ingatkan, langkah Jaksa Agung ini justru akan menimbulkan kecurigaan di masyarakat bahwa ada barter antara Kejaksaan Agung dengan KPK. Terlebih nama Jaksa Agung, HM Prasetyo juga disebut-sebut dalam urusan korupsi dana bansos yang melibatkan para petinggi Partai Nasdem, dimana Prasetyo juga salah satu kadernya.
"Nanti malah menimbulkan kecurigaan masyarakat mengingat nama Jaksa Agung juga disebut-sebut dalam kasus dana bansos Provinsi Sumut yang melibatkan elit-elit Partai Nasdem yang juga partai asal Jaksa Agung. Jangan sampai pengesampingan kasus Samad dan Bambang dibarter dengan kasus yang menyeret-nyeret namanya yang kini ditangani KPK itu," tegas Khairul.
Karena itu, dia minta Presiden Jokowi segera mengganti Jaksa Agung karena sudah melanggar sumpah jabatannya. Jaksa Agung ujarnya, telah menafsirkan sendiri makna kepentingan yang lebih besar dengan kepentingan umum yang dinilainya secara subjektif. "Di sini Jaksa Agung terkesan punya kepentingan sendiri dan dia tersandera kepentingan itu," tegasnya.
Jika mau lebih elegan katanya, seharusnya Jaksa Agung lebih baik mundur dari jabatannya. "Jangan nunggu diberhentikan. Katanya revolusi mental dan moral, tapi tidak kelihatan ada revolusi dan mental dari sikap Jaksa Agung. Secara etis perkara bansos akan membebani KPK karena penyidik KPK berasal dari Kejaksaan Agung. Kalau tidak maka dimana etika dan moralnya?," tanya dia.
JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Khairul Huda mempertanyakan langkah Jaksa Agung mengambil-alih kasus yang melibatkan
- Mewujudkan Transportasi Hijau Terpadu Perlu Kolaborasi Multi-Pihak
- Ingatkan PDIP Konsisten soal PPN, Misbakhun: Berpolitiklah secara Elegan
- Indonesia Re Raih Anugerah BUMN Informatif Berkat Komitmen Keterbukaan Informasi Publik
- Bergerak di Jepara, Tim Penindakan Bea Cukai Kudus Temukan Rokok Ilegal Sebanyak Ini
- Mendagri Tito Dukung Penuh Perayaan Natal Nasional 2024 di GBK
- Brigjen Mukti Juharsa: Fredy Pratama Pasti akan Kita Tangkap