Pertumbuhan Ekonomi Lemot, Bank Hati-hati
jpnn.com - JAKARTA - Perlambatan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri mulai berdampak pada perbankan. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memilih berhati-hati menjalani bisnis di awal tahun ini.
Penyaluran kredit sepanjang triwulan tahun ini hanya tumbuh 5,8 persen dibandingkan periode sama tahun lalu atau jauh di bawah target ditetapkan antara 12 persen sampai 15 persen.
Sepanjang kuartal pertama tahun ini total outstanding kredit BBCA sebesar Rp 335,611 triliun atau naik 5,8 persen jika dibandingkan Rp 317,274 triliun pada periode sama tahun lalu. Dibandingkan Rp 346,962 triliun pada kuartal keempat 2014, penyaluran kredit ini justru turun 3,3 persen.
"Kita harus akui itu bahwa memang secara kuartal terjadi penurunan. Tapi kita tidak mau paksakan strategi melawan arus (hanya agar kredit tumbuh tinggi)," kata Presdir BBCA Jahja Setiaatmadja, saat public expose di Jakarta, kemarin.
Situasi perekonomian di awal tahun ini memaksa bank swasta terbesar di Indonesia itu menahan ekspansi kredit. Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki grup Djarum itu memilih berhati-hati dengan tetap menjaga agar ada pertumbuhan.
"Saya pikir, bagi bank, yang paling penting adalah suasana keseluruhan makro ekonomi. Misalnya, daya beli baik, suku bunga cukup rendah, tidak ada momok NPL (kredit macet)," tuturnya.
Sebaliknya jika makro ekonomi melambat, bank berhadapan dengan situasi sulit. Jahja bercerita bahwa dari kunjungannya ke banyak daerah dan bertemu pengusaha menengah (UKM) juga ritel, situasinya sedang tidak menggembirakan.
"Peningkatan upah regional (UMR) cukup signifikan. Kemudian terjadi depresiasi nilai tukar Rupiah. Seharusnya kan income masyarakat naik. Begitu juga keluarga yang anggotanya menjadi TKI karena menerima mata uang asing, seharusnya rupiahnya bertambah. Tapi itu teori. Nyatanya, heran, daya beli melemah. Sebab harga jual barang juga naik," kisahnya.
Dalam situasi ekonomi seperti ini, meskipun likuiditas ada dan modal bank kuat, menurutnya, pihaknya tidak bisa memaksakan untuk tumbuh. Kalaupun ada permintaan kredit, Jahja khawatir itu sifatnya spekulatif dan hanya dilakukan para pelaku oportunis alias memanfaatkan situasi. Sehingga risikonya tinggi.
Atas dasar itu, BBCA saat ini masih dalam tahap mengkaji apakah akan tetap memertahankan target pertumbuhan kredit sebesar 12 persen sampai 15 persen atau akan diturunkan. Target akan dipertahankan jika ternyata tiba-tiba ada fenomena positif.
"Misalnya tiba-tiba investasi lancar dan pengusaha bergairah lagi untuk meningkatkan produktifitas di masing-masing industri. Itu kita kejar target," tegasnya.
Toh, kata Jahja, masih ada permintaan tinggi dari pos kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB). Terutama KKB, permintaan masih tinggi terutama di kota besar sejauh fasilitas kendaraan umum belum mumpuni. "KKB itu titik (bunga)nya di 10 persen (pertahun). Naik sedikit, permintaan turun. Turunkan sedikit, peminatnya melonjak," katanya.
Jahja menilai KKB tidak selalu bersifat konsumtif. Di kota besar termasuk metropolitan, kebutuhannya memang besar sehingga tidak bisa dianggap gaya hidup. "Mereka memang butuh untuk alat transportasi harian. Jadi mobil itu diperlukan," ucapnya. KKB BBCA naik 6,9 persen menjadi Rp 28,7 triliun pada periode ini.
Kehati-hatian BBCA dalam menyalurkan kredit berhasil menjaga angka NPL di level 0,7 persen sepanjang kuartal pertama. "Kita tahu, rata-rata NPL industri meningkat di kuartal pertama tahun ini. NPL kita relatif kecil dibandingkan rata-rata industri sudah mencapai 2,4 persen," kata Direktur BBCA, Suwignyo Budiman.
Secara umum kinerja BBCA di tiga bulan pertama tahun ini memang positif. Laba bersih tercatat naik 10,7 persen menjadi Rp 4,1 triliun dibandingkan Rp 3,7 triliun pada periode sama 2014. Pendapatan operasional naik 13,2 persen menjadi Rp 11,0 triliun dibandingkan Rp 9,7 triliun pada periode sama tahun sebelumnya.(gen/agm)
JAKARTA - Perlambatan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri mulai berdampak pada perbankan. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memilih berhati-hati menjalani
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Mendes Yandri Susanto Sebut BUMDes Penting Cegah Efek Negatif Urbanisasi Bagi Desa
- Sertifikasi Halal Lindungi UMK dari Serbuan Produk Luar Negeri
- Kebijakan Perdagangan Karbon Indonesia di COP 29 Dinilai Bermasalah
- Bea Cukai Parepare Musnahkan Barang Ilegal Senilai Lebih Rp 2,25 Miliar, Terbanyak Rokok
- Anindya Bakrie: Kita Harus Dorong Investasi Asing yang Ciptakan Lapangan Kerja
- AS Optimistis Kembangkan Kerja Sama Ekonomi dengan Pemerintahan Baru