Pertumbuhan Tinggi dan Berkualitas, Mungkinkah?

Oleh: Said Abdullah - Ketua DPP PDIP

Pertumbuhan Tinggi dan Berkualitas, Mungkinkah?
Ketua DPP PDIP Said Abdullah. Foto: Dokumentasi pribadi

Kedua, mengoreksi pertumbuhan ekonomi dengan model rembesan ke bawah (trickle down effect) yang diperkenalkan oleh Albert Hirschman, dan dijalankan oleh Presiden Ronald Reagen di Amerika Serikat (AS).

Sejak oleh orde baru hingga kini kebijakan ini terus kita jalankan.

Model kebijakan ekonomi yang memberikan insentif ekonomi bagi kalangan atas, oleh Hirschman diyakini akan memberikan spillover effect positif.

Asumsi ini mengandaikan, bila perekonomian kelas atas tumbuh karena berbagai kemudahan akan membuka lapangan kerja baru.

Pilihan kebijakan seperti ini menyisakan masalah. Sebab laju pertumbuhan ekonomi kelas atas yang mendapat insentif jauh lebih besar dibandingkan golongan menengah bawah. Menengah bawah hanya menerima rembesan ekonomi yang terbatas.

Angka statistik membuktikan angka rasio gini Indonesia tergolong tinggi dengan menjalankan model kebijakan trickle down effect.

Rasio gini di akhir orde baru mencapai 0.33, dan kritikus ekonomi saat itu sudah membunyikan suara kesenjangan sosial kita tinggi.

Paska orde baru hingga kini, rasio gini tidak pernah turun dibawah 0.33, bahkan pernah mencapai 0.437 di tahun 2013. Sepuluh tahun terakhir rasio gini di rentang 0,38 hingga 0,40, artinya kesenjangan sosial masih tinggi.

Presiden Prabowo Subianto menargetkan pada masa pemerintahannya, perekonomian nasional bisa tumbuh mencapai 8 persen.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News