Perubahan Iklim Berdampak Pada Petani Muda Indonesia, Terutama Gagal Panen yang Besar
Hasil panennya telah lima kali gagal akibat kemarau panjang yang dikaitkan dengan perubahan iklim dan sulitnya sumber air. Ia rugi sekitar Rp700 juta.
"Kami sangat khawatir karena banyak yang gagal panen. Biasanya di Rembang (Jateng), panen bawang merah besar-besar sekali. Kemarin tidak maksimal, kecil-kecil. Jadi bagi petani otomatis itu termasuk gagal panen. Harganya pun turun," tutur Ema.
Ketua kelompok petani muda yang beranggotakan sekitar 500 orang di Jateng ini menyebut perubahan iklim telah mengakibatkan kelangkaan air sehingga koperasi tani mereka harus merogoh kocek untuk mengatasinya.
"Kita bergantung pada air. Kalau tak ada air, otomatis tak bisa menanam, dan kami harus keluar banyak uang untuk menyirami satu hektar lahan," katanya.
"Kemarin saya coba. Kita juga punya koperasi. Kita coba satu pengeboran sumur (biayanya) bisa sampai 70 jutaan. Sangat mahal sekali," tambahnya.
Ema mengatakan perubahan iklim semakin menambah beban para petani muda, yang juga sedang menghadapi isu lain seperti kelangkaan pupuk atau bibit tanaman yang terlalu mahal.
Dr Venticia Hukom dari lembaga riset Inobu menjelaskan, masalah seperti ini telah membuat generasi muda cenderung pindah ke kota, sehingga menyebabkan tingginya angka pengangguran.
Tapi mungkin justru bukan generasi muda yang harus disalahkan.
Marlan, 27 tahun, adalah petani muda di Nias yang mengatakan kemarau yang panjang telah merugikan hasil panennya
- Dukung Ketahanan Pangan, IsDB & IFAD Kembangan Pertanian Dataran Tinggi
- IFAD Tinjau Program UPLAND di Garut Untuk Tingkatkan Produktivitas & Kesejahteraan Petani
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Indonesia Tunda Komitmen Iklim di COP 29 Azerbaijan, Aktivis Lingkungan Bereaksi