Perubahan Iklim Berdampak Pada Petani Muda Indonesia, Terutama Gagal Panen yang Besar

Perubahan Iklim Berdampak Pada Petani Muda Indonesia, Terutama Gagal Panen yang Besar
Marlan Ifantri Lase  (27), seorang petani di Nias, menyebut perubahan iklim telah menyebabkan kemarau berkepanjangan sehingga merugikan hasil panennya. (Supplied: Marlan Ifantri Lase)

"Bayangkan saja bila Anda memulai pekerjaan pertama kemudian lahan pertaniannya tidak lagi subur seperti 10 tahun lalu. Atau mungkin Anda ingin jadi nelayan, tapi ikan tidak lagi sebanyak beberapa dekade sebelumnya," kata Dr Venticia.

"Tentu saja, [menurut Anda] bagaimana mungkin mereka mau tetap jadi petani bila alam melawan mereka?"

Menurut Dr Venticia perubahan iklim adalah isu yang perlu segera ditangani, mengingat hampir 70 persen petani Indonesia sekarang semakin menua.

"Bagaimana para petani muda menghadapi perubahan iklim akan menentukan bagaimana pangan akan diproduksi dalam waktu yang dekat ini," jelasnya.

Sisi baiknya, menurut dia, masa depan pertanian yang pasti berhadapan dengan perubahan iklim tidak akan bisa menghentikan petani muda yang akan menjadikan hal ini sebagai kesempatan untuk mereka berinovasi.

"Petani muda memiliki sesuatu yang mungkin tak disadari oleh orang tuanya. Mereka lebih terbuka terhadap teknologi baru, misalnya smart farming," ujarnya.

"Kebutuhan adalah induk dari inovasi. Jadi, perubahan iklim memungkinkan para petani muda untuk menjadi lebih tangguh dalam berinovasi," jelas Dr Venticia.

Untuk membantu petani, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah membangun Sekolah Lapang Iklim, yang mendidik petani aspek-aspek perubahan iklim untuk mengantisipasi kejadian ekstrem. Tetapi, sekolah ini masih hanya dikhususkan untuk petani padi.

Marlan, 27 tahun, adalah petani muda di Nias yang mengatakan kemarau yang panjang telah merugikan hasil panennya

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News