Perubahan KUHAP Penting, Tetapi Harus Perhatikan Juga Faktor Ini

jpnn.com, JAKARTA - Perubahan Kitab Hukum Acara Pindana (KUHAP) di Indonesia sudah selayaknya dilakukan karena KUHAP yang ada sudah tidak relevan.
"Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) KUHAP oleh Komisi III DPR memang sudah selayaknya dilakukan terutama untuk merevisi atas hukum pidana formil setelah setengah abad kita gunakan," kata Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia (PEDPHI) Abdul Chair Ramadhan dalam keterangannya, Sabtu (19/4).
Dia menyebut pembahasan RUU KUHAP yang baru dipandang cukup relevan dilakukan karena adanya urgensitas bagi kepentingan perlindungan hukum terhadap tersangka dan terdakwa.
"Sejatinya, hukum pidana formil dimaksudkan tak hanya memastikan orang yang bersalah dihukum, namun juga harus melindungi orang yang tidak bersalah dari ancaman hukuman,” ujarnya.
Di sisi lain, dia menyebut hukum pidana formil juga harus mampu mengoptimalkan sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system). Keadilan prosedural dan keadilan substansial harus dapat dijelmakan dalam setiap jenjang proses hukum.
"Dua keadilan itu adalah pilar bagi kepastian hukum. Tak dapat dikatakan ada kepastian hukum, jika tidak ada keadilan prosedural dan keadilan substansial. Dengan demikian RUU KUHAP menekankan pada pelaksanaan penerapan hukum pidana secara terarah dengan parameter yang jelas dan tegas. Peranan kontrol juga jadi bagian penting dalam RUU KUHAP," kata Abdul Chair Ramadhan.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam AS-SYAFIIYAH ini menyatakan peranan advokat juga lebih aktif. RUU KUHAP juga memberikan hak bagi advokad mengajukan keberatan atas penahanan tersangka yang jadi kliennya, selain melakukan permohonan praperadilan.
"Dalam RUU KUHAP ini juga diatur tentang dimungkinkannya peralihan status tersangka menjadi “saksi mahkota” untuk mengungkap keterlibatan pelaku lain. Kepastian kedudukan saksi mahkota ini sangat penting dan stategis guna mengungkap delik penyertaan yang memang cukup sulit dalam pembuktiannya sehingga bisa ditentukan siapa yang jadi pelaku (pleger), siapa yang menyuruh (doenpleger), turut serta (medepleger), dan penganjur (uitloker) termasuk memastikan adanya kehendak dalam kesengajaan ganda (double opzet) dan permufakatan jahat (dolus premeditatus)," beber dia.
Perubahan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Indonesia dianggap penting dan harus memerhatikan sejumlah faktor.
- RUU KUHAP Menguatkan Peran Advokat untuk Perlindungan HAM
- Ismahi Gelar Diskusi Publik Tentang Dominus Litis Dalam RUU KUHAP
- Komisi III DPR Pastikan Pembahasan RUU KUHAP akan Transparan dan Partisipatif
- Habiburokhman Pastikan DPR Tetap Minta Masukan Masyarakat dalam Penyusunan RUU KUHAP
- Viral Dokter Kandungan Diduga Lecehkan Pasien, Ahmad Sahroni Beri Ultimatum
- Survei LSI Terkait RUU KUHAP: Mayoritas Publik Dukung Kesetaraan Penyidik