Pesantren Ala Kadarnya di Pulau Sebatik, Asa Santri di Perbatasan Negeri
Jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) di Tawau, Sabah, Malaysia diperkirakan mencapai puluhan ribu orang. Perjalanan laut menggunakan perahu motor dari Tawau ke Sebatik hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam.
Menurut Suniman, pesantren di Sebatik tidak hanya memiliki santri dari warga setempat, tetapi juga dari Sabah.
"Anak-anak dari Tawau masih banyak yang mau belajar disini. Cuma keterbatasan mereka," tuturnya.
Khusus Pesantren Al Khairaat, sampai saat ini masih membutuhkan ruang kelas dan asrama yang layak, serta pagar kompleks.
"Mungkin total anggarannya itu sekitar Rp 5 miliar," kata Suniman.
Saat ini pesantren itu masih mengandalkan dana dari swadaya masyarakat. Misalnya, untuk pembangunan musala pun masih mengandalkan donasi dari warga.
"Musala ini masih hibah dari masyarakat. Jadi, belum ada bantuan dari pemerintah," tutur Suniman.
Oleh karena itu, dia mengharapkan pemerintah bisa memperhatikan pendidikan, terutama pondok pesantren di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia itu.
Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan yang lebih dikenal sebagai wilayah terluar ternyata juga daerah pencetak santri. Simak informasinya.
- Majelis Masyayikh Berkomitmen Memperkuat Peran Pesantren
- Digitalisasi untuk Mendorong Pengembangan Pariwisata Indonesia Perlu Dilakukan
- Universitas Bakrie Jadi Jembatan Pengembangan Industri Halal Antara Indonesia dan Filipina
- BMH Yogyakarta Salurkan Kasur Baru untuk Santri di Pesantren Tahfidz Cahaya Al-Qur'an
- Hasto PDIP Yakin Jatim Tidak Akan Kebanjiran Kalau Dipimpin Risma-Gus Hans
- Daarut Tarmizi Rayakan Khatam Al-Qur’an 30 Juz dan Sertifikasi Guru Tahfizh