Pesantren Pertama di Amerika
Oleh Dahlan Iskan
Kawasan itu memang indah. Sejak setengah jam sebelum tiba di lokasi sudah begitu. Sejak masuk jalan yang mengecil. Dua arah. Naik turun. Berkelok-kelok.
Kanan kirinya hutan. Atau seperti hutan. Teduh. Damai. Indah. Di kala senja pula.
Lalu masuklah kota kecil. Kecil sekali. Menyenangkan. Tidak hiruk pikuk.
Setelah itu masuk kompleks perumahan. Tapi rumahnya jarang-jarang. Halamannya luas-luas. Depan dan samping. Jauh dari jalan pula. Penuh pohon rindang. Tanahnya sedikit berbukit.
Di kawasan seperti itulah lokasi tanah calon pesantren ini. Di lokasi itu ada enam atau tujuh bangunan. Bangunan lama. Berjauhan. Bangunan kayu. Ala Amerika.
Memang bangunan-bangunan itu sudah kelihatan kusam. Tampak lama tidak ditempati. Dua di antaranya kini sedang direnovasi.
Di bangunan yang lagi direnovasi itulah saya buka puasa. Bersama Mas Suratno Igirisa. Pengurus pesantren ini. Juga pengurus masjid di New York yang diketuai Imam Shamsi Ali.
Mestinya Mas Ratno berbuka di rumahnya di New York. Kali ini menunggu kedatangan saya. Yang agak telat.