Pesantren Teroris

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Pesantren Teroris
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar. Foto: Ricardo/JPNN.com

Pola-pola operasi penyusupan semacam ini masih lazim dilakukan sebagai bagian dari operasi intelijen. Namun, dibanding dengan era 1970 bentuk gerakan radikal dan terorisme sudah berubah sangat jauh.

Pola-pola rekrutmen gerakan radikal sudah jauh lebih canggih dan sistematis. Karena itu, cara-cara pendataan seperti yang dikakukan BNPT maupun polisi sama saja dengan menjaring angin.

BNPT menyebut ada afiliasi orang-orang radikal itu dengan organisasi teror internasional seperti ISIS, Alqaidah, dan semua organisasi sempalan yang banyak bermunculan.

Organisasi-organisasi ini melakukan rekrutmen dengan mempergunakan jaringan digital yang canggih dan sudah meninggalkan pola rekrutmen jaringan konvensional.

Dunia digital dan media sosial menjadi wahana sosialisasi gerakan yang efektif dan tidak mudah dipatahkan. Para aktivis jihadis memanfaatkan dan menyusup ke jaringan digital tanpa bisa diendus. Para jihadis memanfaatkan algoritma untuk menyusup ke jejaring YouTube, Facebook, Instagram, dan semua jaringan media sosial lain.

Dengan kecanggihan permainan algoritma para jihadis bisa masuk ke jejaring media sosial dengan aman. Iklan produk-produk transnasional seperti McDonald, KFC, Coca-Cola, Pepsi, dan banyak lainnya bisa muncul dalam video tutorial pembuatan bom dari kelompok ISIS, atau kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Alqaidah.

Produk-produk transnasional itu juga bisa muncul sebagai iklan pada video-video rekrutmen ISIS. Para pemasang iklan itu membayar mahal kepada YouTube, tetapi mereka tidak bisa menentukan placement-nya. Penempatan iklan itu sepenuhnya menjadi kerja algoritma.

Di mana pun dan apa pun produknya pasti akan dikejar oleh algoritma selama konten itu dilihat atau dilanggani banyak orang.

Melihat masjid dan pesantren sebagai sumber terorisme adalah cara pandang yang sudah ketinggalan zaman.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News