Petani Kelapa Desak Kemtan Revisi SK 628

Petani Kelapa Desak Kemtan Revisi SK 628
Petani Kelapa Desak Kemtan Revisi SK 628
Diberitakan sebelumnya, monopoli perusahaan dalam menentukan harga kelapa hibryda milik petani pekebunan inti rakyat (PIR) Trans PT. RSTM dan PT GHS I dan II, di Kabupaten Inhil, Riau membuat petani yang berada di daerah dengan perkebunan kelapa terluas di Asia itu menjerit, karena mereka kesulitan melunasi kredit dan biaya perawatan kebun.

Selama ini kelapa produksi PIR Trans dibeli dengan harga rendah sesuai peraturan yang dibuat sendiri oleh PT RSUP Riau Sakti United Plantation (Industri), anak perusahaan PT Sambu Group. Harga terbaru, untuk kelapa kelas Kina (ukuran besar) dengan diameter 12,5 mm ke atas hanya dihargai Rp850/butir. Kelapa kelas A diameter 9,5 sampai 12,5 seharga Rp550/butir. Sedangkan kelapa kelas B (kulitas rendah) harganya Rp125/butir.

Rendahnya harga jual kelapa petani dari perkebunan kelapa hibryda pertama di Indonesia itu, disebabkan perusahaan menggunakan rumusan sendiri dengan menghitung tiga dari 6 turunan produk kelapa yang diolah perusahaan. Yakni kelapa parut kering (DC), minyak kelapa (DCO) dan bungkil kelapa. Sedangkan yang diolah oleh PT Sambu dari satu butir kelapa, menjadi 6 produk, yaitu DC, CNO, bungkil, santan, arang, dan air.

Berdasarkan SK Menhutbun nomor 628 tahun 1998, tentang rumusan harga kelapa, hanya memuat tiga turunan, yakni DC, CNO dan Bungkil. Namun kondisinya berbeda karena perusahaan bisa memproduksi 6 produk. Sehingga petani dirugikan selama bertahun-tahun. Karena itu, petani PIR Trans di Inhil mendesak Kemtan merevisi SK/628/1998 itu dengan menambahkan tiga komponen lagi dalam penentuan rumusan harga kelapa, yakni, Santan, Arang, dan Air.(fat/jpnn)

JAKARTA – Perwakilan petani kelapa perkebunan inti rakyat (PIR) Trans di Kecamatan Pulau Burung dan Teluk Belengkong, Kabupaten Indragiri Hilir


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News