Petenis yang Masuk Seri Dokumenter Netflix Tersingkir Lebih Awal Dari Australia Terbuka

Petenis Kanada Felix Auger-Aliassime menjadi petenis ke-10 yang tersingkir di turnamen tenis grandslam Australia Terbuka, dalam apa yang disebut sebagai "Kutukan Netflix".
Auger-Aliassime yang adalah unggulan keenam kalah di babak keempat hari Minggu dari petenis yang tidak diunggulkan dari Ceko, Jiri Lehecka.
Auger-Aliassime menang di set pertama namun Lehecka yang memiliki peringkat 71 dunia akhirnya menang dalam pertandingan empat set 4-6, 6-3, 7-6 (7/2), 7-6 (7/3) di Margaret Court Arena.
Menjelang pertandingan turnamen grandslam Australia Terbuka di Melbourne, Netflix menayangkan lima seri dokumenter memuat cerita 10 petenis dunia mengenai perjalanan karier mereka di tahun 2022.
Dokumenter tersebut diberi judul Break Point dan diharapkan akan menjadi cerita yang bisa memberikan inspirasi bagi para pencinta tenis dunia untuk menonton mereka selama di Australia Terbuka.
Namun sekarang 10 petenis tersebut semua gugur sebelum babak perempat final dengan tiga di antaranya bahkan mengundurkan diri sebelum turnamen dimulai.
Oleh sebagian media, ini disebut "Kutukan Netflix" karena dalam seri sebelumnya mengenai Formula 1, beberapa pembalap yang ditayangkan juga berprestasi buruk.
Felix Auger-Alliasiame asal Kanada yang baru berusia 22 tahun merupakan salah satu petenis yang berprestasi gemilang di tahun 2022 dengan menjadi juara di tiga turnamen berturut-turut di bulan Oktober menang di Florence (Italia), Antwerp (Belgia) dan Basel (Swiss).
Petenis Kanada Felix Auger-Aliassime menjadi petenis ke-10 yang tersingkir di turnamen tenis grandslam Australia Terbuka
- Netflix Menguji Coba Fitur Pencarian Baru Berbasis OpenAI, Masih Terbatas di iOS
- Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia, Begini Reaksi Australia
- Dunia Hari Ini: Katy Perry Ikut Misi Luar Angkasa yang Semua Awaknya Perempuan
- Dunia Hari Ini: Demi Bunuh Trump, Remaja di Amerika Habisi Kedua Orang Tuanya
- Benci Tapi Rindu Asing: Tradisi Lama Warisan Orde Baru?
- Benci Tapi Rindu Asing: Tradisi Lama Warisan Orde Baru?