Keberadaan Unsur Polri dan Kejaksaan Dalam Pimpinan KPK Suatu Keharusan
jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sekaligus Advokat Peradi, Petrus Selestinus menanggapi polemik tentang keberadaan Polisi dan Jaksa di KPK.
Menurut Petrus, sikap sejumlah pihak yang menolak peserta seleksi capim KPK dari unsur Polri dan Kejaksaan untuk menjadi Pimpinan termasuk menjadi Penyidik dan Penuntut Umum dari unsur Polri dan Kejaksaan di KPK tidak memiliki dasar hukum. Pasalnya, sesuai dengan amanat UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, salah satu tugas KPK antara lain melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi, di samping tugas-tugas lain seperti koordinasi, supervisi, monitor, dan pencegahan tindak pidana korupsi.
Selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK, dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan sampai dengan meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeladahan dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
BACA JUGA: Daftar 40 Nama Capim KPK, dari PNS 4, Polri 6
“Itu artinya para pembentuk UU menghendaki pelaksanaan tugas Penindakan di KPK dilakukan oleh tenaga profesional dari unsur Polri,” katanya.
Menurut Petrua, Pada pasal 21 ayat ( 4) UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK, menyatakan bahwa Pimpinan KPK adalah Penyidik dan Penuntut Umum. Kemudian pada pasal 26 ayat (4) dan ayat (7) mengatur mengenai Susunan Komisi Pemberanatasan Tindak Pidana Korupsi terdapat bidang penindakan yang membawahi Sub Bidang Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan dan masing-masing membawahkan beberapa Satuan Tugas sesuai dengan kebutuhan subbidangnya.
“Inilah pekerjaan teknis yang menjadi domain secara "dominus litis" Polisi dan Jaksa Penuntut Umum untuk bersinergi tanpa bisa digantikan oleh unsur lainnya,” katanya.
Petrus menegaskan keberadaan Pimpinan KPK dari unsur Polri dan Jaksa Penuntut Umum, sangat jelas diatur juga dalam pasal 38 dan 39 UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Di situ dikatakan bahwa "segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur di dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi Penyelidik, Penyidik, dan Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi", kecuali ketentuan-ketentuan Pasal 7 ayat (2) KUHAP tidak berlaku bagi penyidik tindak pidana korupsi sebagaimana ditentukan Undang-undang ini. Pengecualian ini karena atasan Penyelidik, Penyidik dan Penuntut Umum di KPK adalah pimpinan KPK.
Petrus Selestinus berharap Pimpinan KPK periode mendatang harus mampu mengelaborasi dan mengoptimalkan fungsi KPK di bidang monitor, supervisi dan pencegahan.
- Sinergi dengan Polri & TNI, Bea Cukai Tingkatkan Pengawasan di 3 Wilayah Ini
- Jenderal Sigit Pastikan Kesiapan Polri Jelang Pilkada Serentak 2024
- Bea Cukai Semarang Serahkan Tersangka dan Barang Bukti Kasus Rokok Ilegal ke Kejaksaan
- Lemkapi Sebut Perbuatan AKP Dadang Telah Menurunkan Muruah Kepolisian
- Usut Tuntas Kasus Penembakan Polisi di Solok Selatan: Menunggu Implementasi Revolusi Mental Polri
- Kasatreskrim Ditembak Kabag Ops di Sumbar, Kadiv Propam Bilang Begini