Piala Dunia Dalam Ancaman Demo Besar-Besaran
jpnn.com - Belanja besar dibuat pemerintah Brasil demi menyukseskan Piala Dunia 2014. Padahal, sektor pendidikan dan kesehatan lebih membutuhkan dana besar. Akibatnya, resistensi besar datang dari sebagian warga Brasil. Ancaman demo besar-besaran saat Piala Dunia pun mulai terdengar.
* * *
HAMILTON Souza langsung berjalan ke loket pembelian tiket di Terminal Porto Seguro setelah Jawa Pos meminta recibo (bukti pembayaran) kepadanya. Di loket tersebut, dia menyerahkan recibo kosong dan meminta petugas loket menuliskan rute dan nominal pembayaran. Dia juga meminta Jawa Pos menunjukkan ejaan nama agar petugas bisa menuliskannya di recibo.
Maklum, Hamilton buta huruf. Lelaki 32 tahun itu tidak bisa menulis dan membaca. Namun, tentu saja, dia tidak buta duit. Meski tidak bisa menulis, dia terampil dalam hal hitung-hitungan ongkos jasa. Maklum, di Porto Seguro, Hamilton bekerja sebagaiguide sekaligus sopir taksi meski tidak memiliki carta de motorista alias SIM. ”Apakahrecibo ini sudah sesuai permintaanmu?” tanya Hamilton kepada Jawa Pos.
Meski menjadi pasar besar dunia bersama India, Tiongkok, dan Rusia, Negeri Samba itu masih memiliki persoalan besar dalam hal kemiskinan. Negeri terbesar di Amerika Selatan tersebut memiliki gapyang sangat lebar antara si kaya dan miskin. Bahkan, PBB menempatkan Brasil sebagai negeri kelima paling timpang di dunia.
Sekitar 20 persen warga dewasa Brasil masih buta huruf. Sebagian di antara mereka hidup dengan pendapatan kurang dari BRL 60 (Rp 300 ribu). Di kawasan-kawasan permukiman kumuh favela, anak-anak tidak bersekolah karena harus membantu orang tuanya bekerja. Saat dewasa, beberapa di antara mereka tidak bisa hidup hingga usia 30 tahun karena tewas di tangan polisi. Karena itu, satu-satunya jalan keluar dari lubang hitam kemiskinan tersebut hanyalah sepak bola.
Mantan striker timnas Prancis Thierry Henry pernah menyindir anak-anak Brasil yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk sepak bola dan bukan untuk belajar. Henry ingin mengatakan bahwa Brasil layak menjadi negeri dengan talenta luar biasa karena mereka tidak bersekolah. Hanya bermain sepak bola. Tentu saja, kata-kata itu mengiris hati warga Brasil. Legenda Brasil Bebeto meresponsnya dengan kalem.
”Dia adalah pemain hebat. Tidak seharusnya dia terlibat dalam hal-hal politis seperti ini. Dari semua kasus anak-anak tidak bersekolah, 80 persen di antaranya karena kesulitan ekonomi. Mereka tidak sekolah karena orang tuanya juga tidak sekolah. Kalau boleh memilih, kami juga ingin memiliki sistem pendidikan dan kesehatan seperti di Prancis,” kata Bebeto yang mempersembahkan Piala Dunia 1994 bagi Selecaoitu.
Belanja besar dibuat pemerintah Brasil demi menyukseskan Piala Dunia 2014. Padahal, sektor pendidikan dan kesehatan lebih membutuhkan dana besar.
- Carlo Ancelotti: Mbappe hanya Perlu Bekerja Keras, Terus Berjuang
- Update Ranking FIFA: Timnas Indonesia Menempel Vietnam
- Port FC Depak Pemain Asal Brasil, Bek Persib Ini Tetap Waspada
- Sang Juara Dunia MotoGP 2024 Jajal Motor RS-GP, Bos Aprilia: Bakal Menggila
- ACL 2: Kejar Target Juara Grup, Port FC Berambisi Kalahkan Persib
- Jejak Persib di Thailand, Maung Bandung Bisa Curi 3 Poin dari Port FC?