Pidana Mati Dalam KUHP

Oleh I Wayan Sudirta - Anggota Komisi III DPR RI

Pidana Mati Dalam KUHP
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan I Wayan Sudirta. Foto: Dokumentasi pribadi

Kebijakan Penghapusan Pidana Mati

Menurut data yang dihimpun PBB, saat ini sebagian besar negara-negara di dunia telah menghapuskan pidana mati.

Sebanyak 103 (seratus tiga) negara telah menghapus secara keseluruhan, 6 (enam) negara telah menghapuskan pidana mati terhadap kejahatan konvensional biasa, dan 50 (lima puluh) negara sudah memberlakukan moratorium terhadap penggunaan pidana mati.

Hanya 36 (tiga puluh enam) negara yang masih memberlakukan hukman mati. Pemberlakuan pidana mati oleh pihak abolist ini memang dipandang sebuah kontroversi.

Bahkan dalam berbagai ketentuan, penggunaan pidana mati ini dinilai sangat bertentangan dengan Hak Hidup seseorang atau Hak Asasi Manusia.

Di Eropa (Charter of Fundamental Rights of the European Union) yang tergabung dalam Council of Europe dengan 47 (empat puluh tujuh) negara anggota menolak dengan tegas penggunaan hukuman mati.

Adapun PBB melalui United Nations General Assembly (Majelis Umum) telah mengadopsi dan menyerukan sebuah kebijakan tentang resolusi untuk moratorium eksekusi hukuman mati yang tentunya akan berujung pada pemberian Maaf atau Abolisi/Grasi.

Bagi para abolist ini, hukuman mati sudah tidak relevan lagi untuk digunakan karena merupakan sebuah metode penghukuman konvensional yang berlaku di zaman atau era sebelum demokrasi atau perang dunia.

Pembahasan mengenai pidana mati dalam hukum pidana di Indonesia kembali terjadi. Putusan pidana mati pada kasus Irjen mengakibatkan pro dan kontra.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News