Pidana Mati Dalam KUHP

Oleh I Wayan Sudirta - Anggota Komisi III DPR RI

Pidana Mati Dalam KUHP
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan I Wayan Sudirta. Foto: Dokumentasi pribadi

Pada saat putusan ini dijatuhkan, tingkat dukungan publik AS terhadap hukuman mati bagi pelaku kejahatan pembunuhan tertentu sedang naik kembali.

Keadaan ini dapat ditafsirkan bahwa di AS pun kuatnya pendapat publik ditangkap otoritas hukum sebagai sebuah refleksi social justice yang dikehendaki publik dan perlu dicerminkan baik dalam perundang-undangan maupun putusan pengadilan.

Di Indonesia juga berkembang di sebagian masyarakat tentang pentingnya ancaman hukuman mati terhadap pelaku kejahatan Narkoba, HAM Berat, Terorisme, dan bahkan Korupsi.

Masyarakat menilai bahwa tindak pidana tersebut sangat jahat dan merugikan masyarakat (mala perse), sehingga pengaturan dengan ancaman hukuman mati tetap diperlukan.

Walaupun saat ini telah ada perkembangan dengan eksekusi hukuman mati yang tidak menyiksa, menyengsarakan, atau menurunkan harkat dan martabat manusia.

Namun, pemberlakuan hukuman mati bagi pendukung hukuman mati merupakan hal yang penting dalam tujuan untuk mencegah dan menurunkan niat untuk melakukan tindak pidana tersebut.

Sama halnya dengan di Amerika Serikat, nampaknya keinginan tersebut dinilai sebagai implementasi sosial keinginan masyarakat.

Para retensionis ini juga berpendapat bahwa dalam Covenant on Political Rights, Convention Against Torture, Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment, tidak sepenuhnya mengharuskan hukuman mati dihapuskan.

Pembahasan mengenai pidana mati dalam hukum pidana di Indonesia kembali terjadi. Putusan pidana mati pada kasus Irjen mengakibatkan pro dan kontra.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News