Pihak yang Bersengketa Pilkada 2024 Diminta Terima Putusan MK dengan Ikhlas
Berdasarkan Peraturan MK Nomor 14 Tahun 2024, sidang pembacaan putusan gugur atau tidaknya suatu perkara atau disebut juga dengan putusan dismissal sengketa Pilkada 2024 dijadwalkan pada 11–13 Februari 2025.
Bagi perkara yang lanjut ke tahap sidang pembuktian, dapat menghadirkan saksi maupun ahli ke hadapan persidangan. Jumlah saksi dan/atau ahli yang dihadirkan dibatasi, yakni maksimal enam orang untuk perkara sengketa gubernur dan empat orang untuk perkara sengketa bupati/wali kota.
Saldi menjelaskan, komposisi saksi atau ahli yang akan dihadirkan tergantung kebutuhan masing-masing pihak selama tidak melebihi batas maksimal.
“Jadi, boleh saksi semuanya, boleh ahli semuanya. Boleh separuh-separuh. Terserah, tergantung kebutuhan dari masing-masing permohonan,” katanya.
Para pihak wajib menyerahkan data identitas, CV, serta keterangan dari setiap saksi atau ahli yang dihadirkan. Sementara itu, khusus untuk ahli wajib menyertakan izin dari atasan yang bersangkutan.
“Itu harus diserahkan di kepaniteraan paling lambat satu hari kerja sebelum sidang pembuktian,” ujar Saldi.
Sidang pembuktian dijadwalkan pada 14–28 Februari 2025. Dalam sidang tersebut, majelis hakim MK akan mendengarkan keterangan saksi maupun ahli serta memeriksa dan mengesahkan alat bukti tambahan.
Setelah itu, pada 3–6 Maret 2025, majelis akan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk membahas hasil sidang pembuktian dan menyusun putusan. Adapun sidang pengucapan putusan akhir sengketa Pilkada 2024 dijadwalkan pada 7–11 Maret 2025.
Wakil Ketua MK Saldi Isra meminta pihak yang bersengketa pada Pilkada 2024 bisa menerima putusan dengan ikhlas.
- Pelantikan Kepala Daerah Terpilih yang Tak Bersengketa di MK pada 6 Februari
- Mengapa Sertifikat HGB-SHM Kawasan Pagar Laut Bisa Terbit, Pak Nusron?
- Hakim Pertanyakan Alfedri-Husni ke MK Padahal Petahana
- KPUD dan Bawaslu Siak Patahkan Tudingan Alfedri-Husni di Sidang MK
- Setuju Ambang Batas Parlemen 4 Persen Dihapus, Eddy Soeparno: Bentuk Keadilan Demokrasi
- Anggap Parliamentary Threshold Masih Dibutuhkan, Rifqi NasDem Ungkap Alasannya