Pilih Jeda atau Nyalon di Daerah Lain
jpnn.com - JAKARTA - Poin-poin krusial dalam RUU Pemilihan Kepala Daerah terus digodok. Salah satunya terkait pengaturan politik dinasti. Kesempatan bagi kerabat incumbent untuk maju dalam pencalonan tetap dibuka, tapi ada batasan-batasan yang akan diatur.
"Kalau mengerucut pada satu keputusan, belum. Cuma arahnya memang pada satu formula bahwa politik dinasti harus diminimalkan," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja di Jakarta, Minggu (26/1).
Isu politik dinasti, kata dia, termasuk yang dibahas dalam rapat konsinyering dua hari antara Komisi II dan pemerintah akhir pekan lalu.
Salah satu pengaturan untuk membatasi politik dinasti adalah adanya jeda bagi kerabat kepala daerah petahana untuk maju dalam pilkada.
"Harus ada jeda satu periode untuk kerabat incumbent maju dalam pencalonan di daerah yang sama. Dengan kata lain, tidak boleh diwariskan," terang Hakam.
Atau, lanjut dia, kerabat petahana bisa ikut pencalonan dalam pilkada, tapi tidak pada daerah yang sama. Hakam mengatakan, pengaturan itu berlaku untuk pilkada di tingkat yang sama. Misalnya, kerabat seorang bupati maju dalam pilkada di kabupaten atau kota yang lain.
Untuk posisi gubernur, lanjutnya, semula tidak masalah jika ada kerabat petahana yang mencalonkan diri di pilkada kabupaten/kota dalam provinsi tersebut. Namun, pertimbangannya menjadi berbeda setelah mencuatnya kasus politik dinasti di Provinsi Banten. "Bagaimana pengaruh gubernur pada wilayah-wilayah di provinsi yang dipimpin kerabatnya? Ini yang akan menjadi bahasan lebih lanjut di panja," kata politikus PAN itu.
Terkait pelaksanaan pilkada serentak pada 2020, Hakam mengatakan, komisi II dan pemerintah sedang melakukan simulasi. Salah satunya menyangkut kemungkinan masa jabatan yang tidak penuh lima tahun bagi kepala daerah yang terpilih dalam pilkada tahun 2016, 2017, atau 2018.
Setelah dicek dalam konstitusi, ternyata tidak disebutkan secara eksplisit bahwa jabatan kepala daerah adalah lima tahun. Yang ada, jabatan presiden dan wapres selama lima tahun dalam satu periode. Itu masih ditambah adanya salah satu putusan MK yang menyebutkan, jika sudah melebihi 2,5 tahun (2 tahun 6 bulan), maka seorang kepala daerah sudah dihitung menjabat satu periode. "Ini nanti yang akan kami detailkan dalam rapat panja," kata dia.
Hakam mengungkapkan, sebelum adanya putusan MK tentang pelaksanaan pemilu serentak pada 2019, pembahasan RUU Pilkada sudah mewacanakan adanya pilkada serentak. Pelaksanaannya dibagi dua kelompok, yakni pada 2015 dan 2018. Tahun 2015, pilkada serentak dilakukan di 279 daerah. Sedangkan pada 2018 dilakukan di 245 daerah. "Setelah ada putusan MK ini, kami perlu pikirkan formula yang sesuai dengan putusan tentang pemilu serentak," katanya. (fal/c2)
JAKARTA - Poin-poin krusial dalam RUU Pemilihan Kepala Daerah terus digodok. Salah satunya terkait pengaturan politik dinasti. Kesempatan bagi kerabat
- 3 Orang Tewas dalam Bencana Longsor di Tarakan
- Prakiraan Cuaca BMKG, Jakarta Diguyur Hujan Jumat Sore
- Prakiraan Cuaca di Jakarta pada Jumat Sore, Siapkan Payung, Diperkirakan Akan Turun Hujan
- LRT Jabodebek Perpanjang Jam Operasional saat Malam Tahun Baru, Berikut Jadwalnya
- Malam Tahun Baru, KAI Perpanjang Waktu Layanan LRT Jabodebek
- Memaknai Putusan PTUN Terhadap Gugatan Anwar Usman