Pilih Tahlilan Ketimbang Selamatkan Nyawa
Kamis, 28 Oktober 2010 – 07:07 WIB
Baca Juga:
Gianto berkisah, pengungsi baru mau turun saat Merapi mulai menggeram dan mengeluarkan dentuman pukul 17.20-22.00. "Suaranya kencang sekali. Menakutkan," kata pria yang sudah tiga hari tidak tidur itu. Wajahnya terlihat lelah meski belum kuyu. Baju SAR yang dipakainya begitu kotor karena abu.
Gianto berewokan. Meski tak sampai memutih lantaran abu Merapi, berewok itu tampak "kumal". Maklum. Dua hari terakhir dia mengaku sudah menghabiskan lusinan masker. Betapa tidak, setiap setengah jam dia harus berganti masker. Sebab, tutup hidung yang tipis itu "biasanya berwarna hijau seperti yang dipakai di rumah sakit" akan tidak berfungsi kalau terlalu banyak tertutup abu. Tidak bisa untuk bernapas.
Gianto menuturkan, saat Merapi mulai "bangun", warga sendiri mulai minta turun. Meski begitu, tetap saja ada warga yang bandel. Mereka ogah turun. Karena itu, proses evakuasi warga ke barak pengungsian baru benar-benar tuntas kemarin sekitar pukul 03.00.
Evakuasi warga saat Merapi meletus Selasa lalu (26/10) adalah salah satu yang paling rumit. Warga seolah enggan meninggalkan wilayah berbahaya tersebut
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408