Pilih Tahlilan Ketimbang Selamatkan Nyawa
Kamis, 28 Oktober 2010 – 07:07 WIB
Kala itu sinyal telepon lenyap. HT Gianto pun tak bisa dihubungi karena kehabisan baterai. Oleh rekan-rekannya, Gianto sudah dicatat sebagai seorang "calon korban".
Menurut Gianto, banyak hal yang membuat warga nekat bertahan di ambang maut. Yang pertama, mereka merasa aman. Sebab, warga sudah mengenal gunung itu bertahun-tahun. Mereka sudah tinggal di lerengnya sekian lama.
Warga juga bertahan di gunung tersebut karena tokoh panutan mereka belum menampakkan tanda-tanda bakal mengungsi. Misalnya, Mbah Marijan, juru kunci resmi Merapi dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang tetap bertahan di rumahnya hingga saat-saat terakhir. Ada juga Mbah Ponimin yang dituakan oleh warga kawasan Kaliadem.
Karena itu, warga cuek saja terhadap data-data ilmiah bahwa Merapi bisa sewaktu-waktu meletus dan mengancam nyawa. Mereka tak peduli bahwa secara ilmiah, Merapi adalah gunung yang paling aktif di dunia.
Warga juga enggan turun karena memikirkan harta benda. Terutama ternak. Bila mengungsi, siapa yang akan mengurus ternak-ternak itu" Bagaimana kalau ada yang mencuri" Padahal, ternak tersebut adalah harta yang paling berharga bagi sebagian warga lereng Gunung Merapi.
Evakuasi warga saat Merapi meletus Selasa lalu (26/10) adalah salah satu yang paling rumit. Warga seolah enggan meninggalkan wilayah berbahaya tersebut
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408