Pilih Tahlilan Ketimbang Selamatkan Nyawa

Pilih Tahlilan Ketimbang Selamatkan Nyawa
Pilih Tahlilan Ketimbang Selamatkan Nyawa
Kala itu sinyal telepon lenyap. HT Gianto pun tak bisa dihubungi karena kehabisan baterai. Oleh rekan-rekannya, Gianto sudah dicatat sebagai seorang "calon korban".

Menurut Gianto, banyak hal yang membuat warga nekat bertahan di ambang maut. Yang pertama, mereka merasa aman. Sebab, warga sudah mengenal gunung itu bertahun-tahun. Mereka sudah tinggal di lerengnya sekian lama.

Warga juga bertahan di gunung tersebut karena tokoh panutan mereka belum menampakkan tanda-tanda bakal mengungsi. Misalnya, Mbah Marijan, juru kunci resmi Merapi dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang tetap bertahan di rumahnya hingga saat-saat terakhir. Ada juga Mbah Ponimin yang dituakan oleh warga kawasan Kaliadem.

Karena itu, warga cuek saja terhadap data-data ilmiah bahwa Merapi bisa sewaktu-waktu meletus dan mengancam nyawa. Mereka tak peduli bahwa secara ilmiah, Merapi adalah gunung yang paling aktif di dunia.

Warga juga enggan turun karena memikirkan harta benda. Terutama ternak. Bila mengungsi, siapa yang akan mengurus ternak-ternak itu" Bagaimana kalau ada yang mencuri" Padahal, ternak tersebut adalah harta yang paling berharga bagi sebagian warga lereng Gunung Merapi.

Evakuasi warga saat Merapi meletus Selasa lalu (26/10) adalah salah satu yang paling rumit. Warga seolah enggan meninggalkan wilayah berbahaya tersebut

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News