Pilot Marwoto Menangis di Depan Hakim
Anggap Pengadilan Atas Dirinya Tidak Fair
Selasa, 12 Agustus 2008 – 09:38 WIB
SLEMAN - Setelah tertunda sepekan, sidang kasus kecelakaan pesawat Garuda GA 200 di Bandara Adisucipto, Jogjakarta, 7 Maret 2007, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sleman Senin (11/8). Agenda sidang kedua itu adalah eksepsi atau tanggapan keberatan atas dakwaan JPU oleh terdakwa pilot Mochamad Marwoto bin Komar. Radar Jogja (Grup Jawa Pos) melaporkan, sebelum eksepsi dibacakan tim kuasa hukum, sekitar 10 menit Marwoto menyampaikan curahan isi hati. Itu sebagai pembelaan di hadapan majelis hakim yang dipimpin Herry Swantoro SH MH dan jaksa penuntut umum (JPU) Jamin Susanto dan Mudim Aristo. Marwoto menuturkan, dirinya sudah sering mendaratkan pesawat di Bandara Adisucipto dengan selamat. Kecelakaan itu terjadi di luar kehendaknya. Tidak ada sedikit pun niat dengan sengaja membuat kecelakaan yang menyebabkan korban dan menghancurkan karir yang sudah dirintis lebih dari 22 tahun itu. Sementara itu, tim kuasa hukum terdakwa, M. Asegaf, Muchtar Zuhdi, dan Satriawan Guntur, dalam eksepsinya menyatakan, peradilan tindak pidana yang disanksikan kepada pilot karena kecelakaan sangat ironis. ”Baru pertama dalam sejarah dunia penerbangan sipil, seorang pilot diadili di kursi terdakwa karena kecelakaan,” tandas Asegaf.
Suasana sidang sempat dibuat haru. Sebab, di akhir perkataannya suara terdakwa tiba-tiba terdengar parau dan matanya terlihat basah.
Baca Juga:
Sebelum terbang, kondisi kesehatan dan psikologisnya sudah dicek dan dibuktikan dengan masih berlakunya lisensi pilot terbang. ”Saya punya istri dan dua anak yang masih kecil-kecil. Mustahil jika saya sebagai tulang punggung keluarga sengaja melakukan ini yang menghancurkan harapan keluarga,” katanya pelan.
Marwoto juga menyatakan sangat terpukul karena kejadian itu dianggap sebagai tindak kriminal. Segala upaya yang dilakukan saat terjadi kecelakaan justru dianggap lalai dalam tugas. Dia lebih terpukul karena menerima sejumlah punishment, seperti lisensi pilot diberkukan, dipecat dari perusahaan, dan opini buruk yang terbentuk di masyarakat. Semua itu, ungkap Marwoto, menjadi beban keluarga. Selain itu, hingga kini dia tidak tahu nasib istri dan kedua anaknya yang masih kecil-kecil. ”Saya berharap memperoleh keadilan yang fair di pengadilan ini,” harapnya.
Baca Juga:
Tidak saja menjadi penderitaan si pilot dan keluarga, tapi para pilot lain pasti khawatir jika suatu saat mengalami kecelakaan yang sama lalu dipidanakan layaknya sanksi pidana terhadap sopir bus dan angkutan umum.
SLEMAN - Setelah tertunda sepekan, sidang kasus kecelakaan pesawat Garuda GA 200 di Bandara Adisucipto, Jogjakarta, 7 Maret 2007, digelar di Pengadilan
BERITA TERKAIT
- Atasi Kemacetan, Kemenhub Bakal Hadirkan Bus Khusus Rute Puncak, Tarif Murah
- Pria Asal Bandung Kena Tipu Bisnis Jual Beli Handphone, Rugi Rp 30 Miliar
- Natal 2024 GBI HMJ: Hidup dalam Kasih Kristus
- Gunung Semeru Kembali Erupsi, Masyarakat Diminta Waspada Lontaran Batu Pijar
- Keberadaan Satgas Nataru Diyakini Turut Menekan Angka Kecelakaan
- Wamenhub Suntana Pantau Kelancaran Lalu Lintas di Pos Gadog Puncak