Pilot Marwoto Menangis di Depan Hakim

Anggap Pengadilan Atas Dirinya Tidak Fair

Pilot Marwoto Menangis di Depan Hakim
Pilot Garuda Mochamad Marwoto bin Komar keluar dari ruang sidang di PN Sleman. Ibnu Taufik/Radar Jogja
Menurut Asegaf, surat dakwaan JPU terkesan dipaksakan, cenderung mengada-ada dengan cara menerapkan pasal KUHP perkara kecelakaan penerbangan sipil. JPU juga seperti sengaja menyembunyikan dan tidak jujur tentang adanya UU yang tepat untuk dijadikan dasar perkara itu, yaitu UU No 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan yang mengatur secara khusus ketentuan pidana berhubungan dengan penerbangan.

JPU, lanjut Asegaf, ambisius dan tendensius. Dia bukan hanya menempatkan Marwoto sejajar dengan para sopir angkutan, tapi juga menuduh Marwoto sebagai penjahat yang sengaja menghancurkan pesawat udara yang menyebabkan matinya orang. Tuntutan jaksa menyamakan terdakwa seperti teroris yang menabrakkan pesawat ke menara World Trade Center (WTC). ”Mungkinkah masuk akal, seorang penerbang senior yang telah berpangkat kapten dengan empat bar melekat di pundak dan memiliki 13.500 jam terbang melakukan perbuatan sekeji yang didakwakan JPU?” tandas Asegaf dengan nada bertanya.

Pasal yang diterapkan jaksa tumpang tindih sehingga mengaburkan. Dengan adanya UU No 15 Tahun 1992 seharusnya jaksa tidak perlu menggunakan pasal-pasal pidana yang bersifat umum dan menghormati asas hukum lex specialis derogat legi generalis. Artinya, undang-undang khusus mengabaikan undang-undang umum.

Apalagi, banyak timbul reaksi dari asosiasi pilot internasional. Mereka mengirim surat ke presiden agar Indonesia sebagai anggota International Civil Aviation Organization (ICAO) taat terhadap kesepakatan internasional. Salah satu isinya adalah tujuan utama penyelidikan kecelakaan harus mengarah kepada pencegahan kecelakaan itu sendiri dan bukan menjadi bagian dan penetapan pertanggungjawaban atau penuntutan kepada pihak tertentu.

Berdasarkan alasan-alasan itu, tim kuasa hukum menilai surat dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap, serta terjadi kekeliruan dalam penerapan hukum. Terhadap surat dakwaan tersebut, tim penasihan hukum meminta majelis hakim menjatuhkan putusan batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima. (lin)
Berita Selanjutnya:
Pmbangunan Blok B Dikebut

SLEMAN - Setelah tertunda sepekan, sidang kasus kecelakaan pesawat Garuda GA 200 di Bandara Adisucipto, Jogjakarta, 7 Maret 2007, digelar di Pengadilan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News