Pimpinan TNI tak Kompak, Prajurit Dibuat Bingung

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing mengatakan pimpinan Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus menunjukkan sikap yang solid menghadapi pemilihan presiden (Pilpres) 9 Juli 2014. Menurutnya, jika pimpinan TNI tidak kompak, tidak hanya prajurti menjadi bimbang tapi publik juga dibuat bingung.
"TNI harus solid hadapi Pilpres. Jangan antar pimpinan di TNI malah terkesan tidak solid yang berujung publik menjadi bingung dan prajurit jadi bimbang," kata Emrus Sihombing di Jakarta, Senin (9/6).
Pernyataan Emrus ini disampaikan terkait dengan kesan publik yang muncul dari sikap berbeda antara Panglima TNI dan KASAD dalam menanggapi aksi Babinsa yang diduga mengarahkan warga untuk memilih kepada salah satu pasangan calon.
Menurut Emrus, rezim ketidaknetralan TNI sudah berakhir sejalan dengan berakhirnya Orba. Karenanya, aparat TNI yang paling tinggi hingga Babinsa harus netral dan taat terhadap UU dan perintah atasan.
"Di militer, perintah atasan sama dengan "konstitusi " yang tak tertulis yang harus ditaati dan dilakukan,bukan untuk diperbincangkan," katanya.
Emrus kemudian mengingatkan dengan bahwa tidak boleh ada dua matahari yang bersinar ditubuh TNI.
"Antara KSAD dan Panglima TNI tidak boleh ada perbedaan dalam implementasi tugas dan tanggung jawab kemiliteran. KASAD harus taat pada Panglima. Panglima taat pada Presiden. Kalau presiden katakan netral ya harus netral," ucapnya. (jpnn)
JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing mengatakan pimpinan Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus menunjukkan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Persiapan Polrestabes Bandung Menjelang Mudik Lebaran 2025
- Gempa M 4,5 Guncang Malang, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami
- Sufmi Dasco dan Andre Rosiade Lepas 5.000 Pemudik Pulang Basamo Gelombang Pertama
- KPK Amankan Uang Rp 2,6 Miliar Saat OTT di OKU Sumatera Selatan
- Utut Bilang KontraS Pernah Diundang Bahas RUU TNI, tetapi Tak Hadir
- Keluarkan Kebijakan Kontroversial, Dedi Mulyadi Minta Maaf