Pindah Agama dan Ganti Nama Ungkap Dugaan Benih Radikalisme di Sikka

Oleh: Petrus Selestinus - Koordinator TPDI dan Advokat PERADI

Pindah Agama dan Ganti Nama Ungkap Dugaan Benih Radikalisme di Sikka
Petrus Selestinus. Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com - Gerardus Gili ayah kandung Yohanes San Salvador Lado Gili atau dipanggil (San), laki-laki, umur 19 tahun, Mahasiswa IKIP Muhammadyah, Maumere, Kabupaten Sikka Provinsi NTT telah mengirim Surat Laporan yang ditujukan kepada Presiden RI, Kapolri, Gubernur NTT, Kapolda NTT, Kapolres Sikka dan lainnya. Dalam surat tersebut mengungkap dugaan pengajaran aliran sesat (Radikalisme dan Intoleransi) atau HTI yang anti-Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.

Dalam Laporan Gerardus Gili, disebutkan bahwa ajaran sesat yang diberikan kepada San, Mahasiswa IKIP Muhammadyah Maumere, sudah mengarah kepada perilaku Radikalisme dan Intoleransi, yang dilakukan oleh sejumlah oknum dengan berlindung di balik aktivitas keagamaan di Kampus IKIP Muhammadyah dan Masjid Darussalam di Waioti, Maumere.

Gerardus Gili, menguraikan perilaku San sebagai Mahasiswa IKIP Muhammadyah, yang telah berubah drastis, menunjukkan sikap ketidaksukaan terhadap orang tua serta seluruh keluarga besarnya, hanya karena San telah berbeda keyakinan dengan orang tuanya (pindah agama) dan sudàh berganti nama sehingga San membenci simbol-simbol dan iman Katolik yang dianut kedua orang tua dan keluarga besarnya.

Peristiwa ini jelas melukai perasaan keluarga besar Gerardus Gili, karena sudah mempercayakan San, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang baik di Kampus IKIP Muhammadyah, namun yang didapat justru kerusakan mental dan kejiwaan akibat ulah oknum-oknum tertentu di lingkungan Kampus IKIP Muhammadyah dan Masjid Darussalam sebagai institusi yang memiliki keluhuran yang harus dijaga dan dihormati oleh siapa pun juga.

Terdapat dugaan kuat ada tangan oknum HTI sedang membangun sel-sel radikalisme dan intoleransi, menggunakan Kampus dan Masjid sebagai media untuk melahirkan generasi terdidik yang radikal dan intoleran di Sikka. Karena itu aparat Polda dan Kabinda NTT, bekerja sama dengan Pimpinan Kampus IKIP Muhammadyah, UNIPA dan Masjid Darussalam, harus diselamatkan dari terpaparnya Radikalisme, Intoleransi dan HTI sebagai ormas terlarang.

Kampus dan Masjid Korban Terpapar Radikalisme

Sikap tidak lazim yang dipertontonkan oleh sekelompok orang dalam proses pindah agama dan ganti nama San, dilakukan secara sangat tertutup ketika San direkrut. Padahal umumnya seorang penganut Kristen atau agama lain yang ingin pindah keyakinan menjadi Muslim, senantiasa tetap menaruh hormat terhadap orang tua dan keyakinan agama orang tuanya, budaya masyarakat setempat, tetap toleran dan hidup berdampingan secara damai.

Dalam proses pindah agama hingga ganti nama San menjadi Muhammad Ihsan Hidayat, sikap hormat San pada orang tua, tidak tampak, malah yang muncul adalah sikap benci dan intoleran, sehingga dikhawatirkan Kampus IKIP Muhammadyah, Masjid Darussalam dan Kampus UNIPA di Sikka, telah menjadi korban terpapar Radikalisme, melalui oknum Mahasiswa antar-Kampus dalam jaringan HTI. 

Sesungguhnya persoalan ganti nama dan pindah agama dalam kultur Sikka senantiasa dilalui dengan proses adat dan dilakukan secara terbuka dengan tetap saling menghormati satu dengan yang lain.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News