Pipa Pipih
Oleh: Dahlan Iskan
Di atas hamparan pertama bambu itu harus digelar membran. Dengan kekuatan tertentu. Membran itu tidak kedap air. Justru berpori-pori. Agar air di bawah bisa naik menembus porinya.
Di atas membran itulah ditumpahkan tanah uruk. Sampai ketebalan tertentu. Lantas, di atas tanah uruk digelar lagi bambu. Dengan cara yang sama. Lalu diuruk lagi. Bambu lagi. Uruk lagi.
Setelah mencapai empat lapis digelar lagi membrant kedua. Dengan kekuatan yang berbeda. Lalu diuruk lagi.
Di lapisan keempat, barulah ditanam pipa pipih. Bentuknya pipih sehingga tidak pantas saya sebut pipa, tetapi fungsinya untuk mengalirkan air. Itulah perlunya ruang 1 meter persegi di sela-sela bambu.
Di setiap ruang 1 meter persegi itulah ''pipa pipih'' ditanam. Pakai alat seperti pemukul tiang pancang. Penanaman pipa pipih itu sedalam 60 meter. Dengan demikian air yang kena tekanan fondasi bisa naik. Kemudian dirembeskan ke samping.
Dengan demikian fondasi bambu ini sebenarnya tidak akan lagi sepenuhnya mengambang. Air di bawahnya justru 'habis' naik lewat 'pipa pipih' itu.
Maka bagi yang telanjur membayangkan tol Semarang-Demak segera beroperasi harus lebih sabar. Jangan punya pikiran ''yang belum jadi tinggal 10 km''.
Yang hanya 10 km itu akan memakan waktu sampai tahun 2027. Tidak bisa dipercepat. Biar pun misalnya punya uang yang tidak berseri. Atau salah satu proyek manajernya di situ, Ir Yayan Suryanto diancam akan dipecat.