PKL Enggan Direlokasi, Omzet Tembus Rp 30 Juta
Pedagang HP second dan pengisian lagu ikut laris manis. Banyak pengunjung, terutama yang masih remaja, yang berjubel di sana. Banyaknya pengunjung tersebut terlihat dari sepeda motor yang diparkir. Juru parkir pun sibuk menata sepeda motor para pengunjung. Bahkan, mereka jemput bola dengan berdiri di pinggir jalan dan menawarkan kepada pengendara untuk mampir dan parkir di tempat itu. Aksi jukir tersebut jelas mengganggu pengguna jalan yang sedang lewat. Sebab, mereka kadang mengagetkan pengendara dengan tiba-tiba menjulurkan tangan sebagai isyarat untuk membayar parkir.
’’Ini masih sepi. Biasanya lebih banyak daripada ini,’’ ungkap Muhammad Hanafi, salah seorang pedagang. Pria yang berjualan dompet dan ikat pinggang itu menjelaskan bahwa biasanya cukup banyak pengunjung yang datang. Terutama saat Ramadan dan sebelum Lebaran. Pengunjung harus berdesakan ketika melintas.
Ternyata pengunjung membeli banyak barang yang dijajakan. Omzet yang didapat pedagang sangat menggiurkan. Hanafi menyebutkan, jika kondisi sepi, omzet yang dipetik mencapai Rp 500 ribu per hari. Kalau pengunjung cukup banyak, omzet yang diperoleh bisa mencapai Rp 1 juta, bahkan bisa tembus Rp 2 juta.
Sebelum Lebaran kemarin, dia beberapa kali mendapat omzet Rp 2 juta dalam sekali jualan. Mulai sebelum isya sampai dini hari. Dengan omzet sebesar itu, tidak heran bila mereka enggan direlokasi ke tempat lain. Menurut pria asal Jombang tersebut, tempat itu cukup strategis dipakai untuk berjualan karena dekat stasiun dan di pinggir jalan utama kota.
Pedagang di sekitar Tugu Pahlawan juga meraup untung besar. Banyak variasi jualan yang ditawarkan mereka. Ada yang berdagang pakaian bekas, celana, dan jaket. Ada pula yang menjual mainan anak-anak. Harga barang yang diperdagangkan di sana relatif murah, mulai Rp 10 ribu hingga ratusan ribu rupiah. Namun, masyarakat harus pintar memilih serta memilah barang yang baik dan masih layak untuk dikenakan.
Miky, salah seorang pedagang pakaian bekas di kawasan tersebut, menyatakan, meski barang bekas, barang yang dijual tetap saja berkualitas luar negeri. ’’Baju jelek sekalipun bisa jadi terlihat bagus dan lagi tren baru bagi orang lain,’’ ujarnya.
Dia tetap melihat model. Sebab, kalau modelnya asal-asalan, pembeli tidak bakal mau. Akibatnya, nanti harga jatuh dan hanya sebagai obralan biasa. Miky menerangkan bahwa omzet yang didapat dirinya setiap bulan mencapai Rp 20 juta–Rp 30 juta. ’’Dari omzet itu, 65 persennya merupakan laba bersih. Apalagi, kalau ada momen Lebaran, pasti omzetnya akan berlipat ganda,’’ jelasnya.
’’Saya lebih senang berjualan seperti ini dengan keuntungan yang besar. Daripada harus menjadi pegawai yang gaji setiap bulan tidak mencukupi kebutuhan keluarga,’’ sambungnya.
SURABAYA boleh berbangga dengan banyaknya taman dan bersihnya lingkungan. Namun, Kota Pahlawan belum lepas dari persoalan pedagang kaki lima
- Bupati Mimika Jelaskan Terkait Demo Aliansi Pemuda Amungme soal Perekrutan CPNS
- Pembongkaran Pasar Tumpah Bogor Dibatalkan, Warga Ancam Bongkar Sendiri
- Pengungsi Erupsi Gunung Lewotobi Dapat Bantuan 500 Kg Ikan Segar
- Muhammad Musa'ad Tegaskan ASN Pelayan Masyarakat, Bukan Bos yang Minta Dilayani
- Romadhan Jadi Tersangka Kecelakaan Speedboat di Sungai Musi, Sebuah Fakta Terungkap
- 1.260 Guru di Kota Bengkulu Terima Tunjangan Profesi Triwulan III-2024