PM Albanese Umumkan Pertanyaan Referendum Pembentukan 'Voice to Parliament'

Desakan referendum bertajuk First Nations Voice to Parliament ini sudah bergulir sejak tahun 2017 usai Pertemuan Uluru yang menyepakati perlunya pembentukan lembaga perwakilan rakyat bagi penduduk asli di Australia.
Lembaga tersebut dinamai Voice to Parliament atau Suara untuk Parlemen, dan akan memiliki kewenangan terkait undang-undang dan kebijakan Pemerintah Australia yang berdampak pada seluruh masyarakat pribumi.
Kalangan pakar hukum berpendapat bahwa konstitusi harus diubah sehingga Voice to Parliament menjadi ketentuan permanen di Australia.
PM Albanese mengatakan pemerintah akan mengusulkan draf referendum tersebut ke parlemen minggu depan dan membentuk komite bersama di parlemen yang akan mempertimbangkannya.
Anggota parlemen kemudian akan melakukan pemungutan suara pada bulan Juni.
PM Albanese mengatakan dia pernah mendapat pertanyaan apakah ada kemungkinan referendum ini tidak akan berlangsung.
"Jawabannya adalah tidak, karena kalau ini tidak ada pemungutan suara berarti kita mengakui kekalahan," katanya.
Pertanyaan dalam referendum masih bisa berubah
Pengumuman mengenai referendum Voice to Parliament tersebut muncul setelah PM Albanese bertemu dengan anggota Kelompok Kerja Referendum yang terdiri dari perwakilan komunitas warga asli dari seluruh Australia.
Perdana Menteri Anthony Albanese mengumumkan usulan pertanyaan yang akan ditanyakan kepada warga Australia pada referendum tahun ini dan draf amandemen konstitusi yang akan memberi masyarakat Aborigin suara dalam penentuan undang-undang yang mempengaruhi
- Daya Beli Melemah, Jumlah Pemudik Menurun
- Dunia Hari Ini: Mobil Tesla Jadi Target Pengerusakan di Mana-Mana
- Kabar Australia: Pihak Oposisi Ingin Mengurangi Jumlah Migrasi
- Dunia Hari Ini: Unjuk Rasa di Turki Berlanjut, Jurnalis BBC Dideportasi
- Dunia Hari Ini: Kebakaran Hutan di Korea Selatan, 24 Nyawa Melayang
- 'Jangan Takut': Konsolidasi Masyarakat Sipil Setelah Teror pada Tempo