Polemik Jilbab dan Realitas Politik
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Pancasila diterima sebagai dasar negara dan Ketuhanan Yang Maha Esa ditaruh di posisi tertinggi nomor satu. Namun, itu belum cukup. Kalangan Islam masih minta supaya ada tambahan tujuh kata “dan kewajiban menjalankan syariah bagi pemeluk Islam”.
Tujuh kata itu seperti “seven magnificent” yang menjadi perdebatan keras dan mengancam kemerdekaan dan pembentukan negara Indonesia yang bersatu.
Politik identitas terjadi seluruh dunia dan belakangan memperoleh momentumnya kembali.
Donald Trump di Amerika memainkan politik identitas yang keras. Donald Trump di Amerika mengusung semboyan ”America First”, utamakan Amerika yang berkulit putih dan jangan mengurusi orang lain yang masuk ke Amerika.
Trump rupanya lupa bahwa kaumnya yang berkulit putih itu juga pendatang dari Inggris pada abad ke-18.
Trump kalah oleh Joe Biden pada Pilpres 2019, tetapi Trump tidak menyerah.
Sampai sekarang Trump masih terus melawan Biden dan tidak mengakui kekalahannya. Trump menganggap kekalahannya terjadi karena kecurangan penghitungan.
Sekarang Trump bersiap-siap untuk bertarung lagi pada Pilpres 2024 dan peluangnya masih tetap terbuka.
Debat jilbab menjadi simbol pertarungan antara sekularisasi dan formalisasi agama di Indonesia sampai sekarang.
- Hasto Bakal Kirim Buku Pak Sabam Biar Ara Sirait Melakukan Perenungan
- Tuduh Ara Bermain SARA di Pilkada Jakarta, PDIP Bakal Tempuh Langkah Hukum
- Pramono Dinilai Sengaja Tak Umbar Dukungan PDIP di Alat Peraga Demi Raup Massa Anies
- Anies Dukung Pramono – Rano Karno, Brando Susanto: Jakarta Jadi Contoh Demokrasi yang Sejuk
- Analisis Qodari Soal Pilkada Jakarta 2024, Soroti Sikap Anies Dukung Pram - Rano
- Sikap Anies Belum Tentu Bikin Anak Abah Mendukung Pramono Anung