Polemik Kebijakan Penghapusan Penjurusan SMA

Oleh: Odemus Bei Witono - Direktur Perkumpulan Strada dan Kandidat Doktor Filsafat STF Driyarkara

Polemik Kebijakan Penghapusan Penjurusan SMA
Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara Jakarta Odemus Bei Witono. Foto: Dokumentasi pribadi

Artikel ini juga menggarisbawahi bahwa menghapus stereotip IPA, IPS, dan Bahasa tidak cukup hanya dengan menghilangkan penjurusan.

Perubahan paradigma dalam masyarakat dan sistem pendidikan diperlukan agar nilai dari berbagai disiplin ilmu benar-benar dihargai.

Selain itu, kesenjangan infrastruktur pendidikan yang masih ada bisa memperburuk implementasi kebijakan ini, terutama di sekolah-sekolah dengan sumber daya terbatas.

Ada sejumlah argumen kontra yang patut dipertimbangkan dalam penghapusan penjurusan.

Pertama, menghilangkan penjurusan sepenuhnya berisiko mengurangi fokus pembelajaran siswa pada bidang yang mereka minati atau kuasai.

Meskipun penjurusan bisa membatasi eksplorasi di bidang lain, sistem ini juga memberikan ruang bagi siswa untuk mendalami keahlian di bidang tertentu, yang penting untuk pendidikan lanjutan dan dunia kerja.

Fleksibilitas tanpa penjurusan dapat menimbulkan kebingungan, terutama bagi siswa yang belum menemukan minat akademisnya, apalagi jika bimbingan yang diberikan tidak memadai.

Kedua, artikel tersebut menyoroti adanya stereotip yang melekat pada jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.

Artikel berjudul 'Penghapusan Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa: Menggali Potensi Peserta Didik' memicu diskusi yang mendalam mengenai arah pendidikan Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News