Polemik Tata Niaga Timah Akibat Ketidakjelasan Regulasi Berdampak pada Perekonomian Masyarakat Babel

jpnn.com - JAKARTA - Polemik tata niaga timah akibat ketidakjelasan regulasi berujung pemidanaan korupsi membuat pengusaha tambang legal di wilayah Bangka Belitung khawatir bekerja sama dengan PT Timah. Belum adanya kejelasan regulasi berdampak pada perekonomian masyarakat Bangka Belitung. Perekonomian masyarakat di Babel pun disebut-sebut melemah pascabergulirnya kasus korupsi tata niaga timah senilai Rp 300 triliun. Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk “Seminar Dampak Hukum, Sosial dan Ekonomi Bagi Masyarakat Bangka Belitung Akibat Perkara Korupsi Tata Niaga Timah di Wilayah IUP PT. Timah Tbk, Tahun 2015-2022,”. Seminar itu digelar Ikatan Alumni Universitas Bangka Belitung, Jumat (14/2).
Kevin Samuel Walker Sembiring, ketua pelaksana diskusi, mengatakan masalah yang sampai saat ini belum mampu diselesaikan pemerintah pusat ataupun daerah ialah banyaknya penambangan liar yang dilakukan oknum masyarakat di dalam IUP PT. Timah Tbk, baik di kawasan ataupun nonkawasan hutan. “Polemik tata niaga timah di Bangka Belitung akibat timah ilegal telah menjadi permasalahan sebelum kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT. Timah Tbk terjadi dan hal ini telah menjadi perhatian Presiden RI Joko Widodo saat itu,” kata Kevin dalam keterangannya dikutip, Minggu (16/2).
Melansir website ESDM kala itu, Kevin menerangkan bahwa negara disebut kehilangan pendapatan Rp 58,080 triliun akibat penambangan timah ilegal. Maka, saat itu Presiden Jokowi menekankan pentingnya tata kelola timah agar ekspor ilegal berkurang serta rakyat menjadi terlindungi. Menteri BUMN menugaskan PT Timah (Persero) Tbk untuk bermitra dengan pertambangan timah rakyat dan menyerap produksinya, serta meningkatkan kemampuan untuk membentuk stok dalam rangka mengendalikan harga. Tak hanya itu, gubernur dan pemerintah pusat juga diminta mempelajari kemungkinan memberikan izin usaha penambangan timah oleh rakyat yang telah ada, terutama di laut dan di lokasi usaha pertambangan yang telah berakhir.
Kevin mengatakan bahwa pada 2018 PT Timah menggandeng lima perusahaan smelter lokal dengan perjanjian sewa menyewa untuk pemurnian dan penglogaman sesuai dengan cita-cita Presiden Jokowi. Dia menegaskan PT Timah Tbk benar-benar menjadi pemasok timah nomor satu di dunia setelah China. “Dan dari kerja sama ini telah memberikan pemasukan kepada negara selama empat tahun, yakni 2018 berkisar Rp 818,7 miliar, kemudian 2019 (Rp1,2 triliun), 2020 (Rp 677,9 miliar) dan 2021 (Rp 776,657 mililar)," kata Kevin.
Namun, lanjut Kevin, karena tidak adanya regulasi yang jelas bagaimana pertambangan timah rakyat dapat bermitra dengan PT Timah Tbk untuk menyerap produksi bijih timah, penyidik Kejaksaan Agung kemudian menjerat kelima smelter tersebut dengan tindak pidana korupsi. Menurut dia, kemahalan harga sewa smelter oleh PT Timah Rp 2,285 triliun dan pembayaran bijih timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra tambang PT Timah sebesar Rp 26,649 triliun menjadi perincian nilai kerugian negara. “Ada pula kerugian keuangan negara karena kerusakan lingkungan yang dihitung oleh Prof Bambang ini sebesar Rp 271,069 triliun. Proses hukum dalam perkara ini seluruhnya telah divonis di persidangan,” katanya.
Kevin mengatakan dampak negatif dari aspek hukum, sosial dan ekonomi terus dirasakan masyarakat Provinsi Bangka Belitung sejak kasus ini bergulir. “Oleh karena itu kami menggelar (diskusi) untuk memberikan gambaran dari akademisi, ahli, dan tokoh masyarakat agar dapat menjadi masukan yang berguna bagi semua kalangan,” ucap Kevin. Menurut Kevin, seminar ini menyoroti berbagai perspektif. Dia menjelaskan pada perspektif hukum, menyoroti kepastian hukum atas regulasi terkait penambangan rakyat agar dapat bermitra dengan perusahaan BUMN dan swasta, hingga kerugian lingkungan hidup yang masuk sebagai elemen kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi.
Sementara, dari perspektif ekonomi, di antaranya imbas perkara korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT. Timah Tbk terhadap perekonomian lokal dan nasional, perubahan pola investasi dan ketidakpastian pasar, serta strategi pemulihan ekonomi bagi masyarakat terdampak dan langkah konkret yang dapat diambil pemerintah daerah. Dari perspektif statistik, membahas data empiris mengenai perubahan kondisi sosial ekonomi pascaperkara korupsi tata niaga timah, tren pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung sebelum dan sesudah kasus tersebut muncul, serta proyeksi dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ekonomi daerah.
Terdampaknya ekonomi di Bangka Belitung pascabergulirnya kasus itu juga disuarakan Koordinator Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Bangka Belitung (FEB UBB), Dr. Reniati, SE.,M.Si. "Memang tak bisa dipungkiri bahwa pengaruhnya sangat signifikan. Karena fokus di Babel ini adalah industri pengolahan timah, maka terhentinya kegiatan ini berdampak pada perdagangan dan lain-lain," ujar Reniati. Untuk mengatasi hal ini, Reniati menyatakan pemerintah pusat harus segera menentukan mau seperti apa arah tata kelola timah Bangka ini. "Kalau mau dihilirisasi, maka harus jelas hilirisasinya seperti apa? Jangan biarkan masyarakat jadi korban," ujarnya.
Polemik tata niaga timah akibat ketidakjelasan regulasi memberikan dampak pada perekonomian masyarakat Babel
- Hipmi Nilai UU Minerba jadi Angin Segar untuk UMKM
- Bea Cukai Genjot Ekspor di Daerah Ini Lewat Langkah Kolaboratif dengan Berbagai Instansi
- Efek Kebijakan DHE 100 Persen, Saham Perbankan Hijau
- Laporan Utang Indonesia Melambat, tetapi Tetap Naik, Ada Apa?
- Musrenbang 2025, Pj Gubernur Jateng Ajak Seluruh Pihak Fokus pada Rakyat
- Kerugian Lingkungan Rp 271 Triliun Kasus Timah segera Dibahas di Bamus DPRD Babel