Polemik THR untuk Mitra Aplikator Jadi Ancaman Industri Digital

Polemik THR untuk Mitra Aplikator Jadi Ancaman Industri Digital
Sejumlah pengamat menilai polemik THR untuk mitra aplikator jadi ancaman industri digital. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Akibatnya, banyak pekerja gig kehilangan pekerjaan dan fleksibilitas yang menjadi daya tarik utama industri ini.

Agung menyebutkan, pelaku industri telah menjalankan berbagai inisiatif untuk mendukung mitra, seperti bantuan modal usaha, beasiswa pendidikan, dan paket bahan pokok.

Kebijakan baru terkait Bantuan Hari Raya (BHR) berpotensi memaksa perusahaan melakukan penyesuaian bisnis yang dapat mengurangi program kesejahteraan jangka panjang bagi mitra.

Sektor platform digital telah memberikan akses bagi jutaan individu untuk memperoleh penghasilan alternatif dengan fleksibilitas tinggi. Model kerja ini bahkan telah berkontribusi pada 2% dari PDB Indonesia pada tahun 2022. 

"Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diterbitkan tidak menghambat pertumbuhan atau membatasi manfaat yang telah diberikan kepada para mitra,” tegas Agung.

Berdasarkan data BPS, Indonesia memiliki 84,2 juta pekerja informal, dengan 41,6 juta di antaranya sebagai pekerja gig. Sekitar 1,8 juta atau 4,6 persen bekerja di layanan ride-hailing seperti ojek dan taksi online.

Regulasi yang kurang tepat dapat berdampak pada jutaan individu yang menggantungkan hidupnya pada industri ini.

Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti dan sebelumnya di Universitas Indonesia, Prof. Dr. Aloysius Uwiyono, menegaskan bahwa hubungan antara mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi adalah hubungan kemitraan, bukan hubungan kerja.

Sejumlah pengamat menilai polemik THR untuk mitra aplikator jadi ancaman industri digital

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News