Polisi tak Perlu Kenakan Rompi Anti-Peluru
jpnn.com - AKSI penembakan terhadap aparat kepolisian kian mengkhawatirkan. Dalam tiga bulan terakhir tercatat lima nyawa aparat melayang sia-sia, saat bertugas di lapangan.
Apakah perbuatan tersebut dilakukan kelompok teroris tertentu, atau ada kelompok lain dengan motif berbeda. Semisal persaingan bisnis jasa pengamanan. Dugaan ini juga muncul dalam kasus penembakan terdahadap Bripka Sukardi, di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Selasa (10/9) malam.
Namun, menurut Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia, Prof.DR.Adrianus Meliala, apa pun motifnya, penembakan itu adalah sebuah teror.
Berikut petikan wawancara wartawan JPNN, Ken Girsang dengan pria yang juga komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tersebut, Jumat (13/9).
Menurut anda siapa pelaku penembakan terhadap aparat kepolisian?
Yang jelas saya melihat ini perbuatan teroris. Karena akibat yang ditimbulkannya benar-benar telah menebar teror terhadap aparat kepolisian yang bertugas.
Apakah ada kemungkinan dilakukan karena persaingan bisnis pengamanan?
Kalau pandangan itu saya kurang setuju. Tapi kita bisa melihat ada tiga ciri utama dari mana para pelaku berasal. Yaitu pelaku merupakan orang yang sangat membenci polisi. Itu terlihat karena target operasi mereka hanya mengarah pada petugas kepolisian. Untuk hal ini polisi menurut saya dapat melihat rekam jejak yang ada. Ciri kedua, pelaku memiliki akses terhadap kepemilikan senjata api. Hal ini sangat jelas karena dalam setiap aksinya, para pelaku menggunakan senjata api dan itu sangat mematikan. Ciri ketiga, mereka sangat terlatih. Pelaku dapat menewaskan target sasaran hanya dalam beberapa kali tembakan di bagian-bagian tubuh yang sangat vital.