Politik Kekerabatan Membajak Demokrasi
Jumat, 11 Maret 2011 – 11:51 WIB
Mengentalnya politik kekerabatan itu, lanjut Zuhro, dikhawatirkan membawa banyak efek negatif. Yang paling utama adalah menghambat semangat transparansi dan akuntabilitas. "Politik kekerabatan ini memberi peluang menguatnya nepotisme, patron klien, patrimonalisme, dan sistem rekrutmen yang tidak transparan dengan berbagai turunannya," beber doktor ilmu politik dari Curtin University, Perth, Australia, itu.
Baca Juga:
Dia menegaskan, politik kekerabatan merupakan bahaya laten terhadap demokrasi. "Maka, gejala ini harus terus-terusan kita kritisi," ujar Zuhro. Kunci untuk memangkas politik kekerabatan adalah berjalannya secara optimal mekanisme check balances. Bukan saja antarlembaga daerah, seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Melainkan mencakup juga semua lembaga non-pemerintah di daerah. "Pers lokal, LSM lokal, bagaimana peran mereka sebagai watch dog," katanya.
Zuhro menambahkan, parpol sebagai pilar utama demokrasi juga penting untuk dibenahi. Apalagi, rekrutmen kepemimpinan daerah dan nasional dimulai dari parpol. "Bagaimanapun, aktor dan elite parpol ini mendinamisasi demokrasi melalui perilakunya. Kalau perilakunya sudah bagus, kompatibel dengan demokrasi universal, demokrasi tidak akan dibajak lagi," tegas Zuhro. (pri/c6/tof)
JAKARTA - Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Siti Zuhro menyebut fenomena "Banten" sebagai indikasi menguatnya
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Tokoh Betawi Doakan Pramono Anung Jadi Gubernur yang Tulus Melayani Warga
- Demokrat Soal Pertemuan di Kertanegara: Pak SBY Siap Membantu dan Menyukseskan Pemerintahan Prabowo
- NCS Polri Minta Polda Lampung Maksimalkan Coolling System Jelang Pilkada 2024
- Survei LSI Sebut Semua Peserta Pilgub Perlu Dukungan Anies, Jubir Anies Bilang Begini
- Mayoritas Masyarakat Jatim Totalitas Mendukung Khofifah-Emil
- Ahmad Ali Didoakan Surya Paloh Terpilih Jadi Gubernur Sulteng