Politik Uang Bisa dari Jual Aset Hingga Pejudi

jpnn.com - JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang sedang dibahas pemerintah dan DPR diharapkan bisa mencegah politik uang dan politik berbiaya tinggi.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Lukman Edy, mengatakan praktik politik uang dalam pilkada dan pemilu sangat mengkhawatirkan karena terjadi dengan luas tanpa bisa disentuh oleh UU Pemilu.
Menurut Lukman, beberapa praktek konsolidasi politik yang dilakukan yang bisa dinilai sebagai politik uang misalnya pembagian sembako, pemberian sejumlah uang kepada pemilih secara massif, maupun kepada penyelenggara pemilu.
"Termasuk pembagian sarung, hingga publikasi dan kampanye dengan berbagai media secara besar-besaran," kata Lukman di Jakarta, Senin (12/12).
Terkait sumber dananya, politikus PKB ini menyebut dari berbagai informasi yang diperoleh, pendanaan politik uang dalam pemilu seperti ini berasal dari banyak sumber.
Pertama, bisa dari calon legislatif, dengan mengeluarkan banyak uang hingga miliaran hasil menjual aset seperti mobil, rumah, tanah, emas dan barang bernilai jual lain.
Kemudian, bisa juga ketika pemilu serentak harus melakukan kampanye serentak dengan calon-calon legislatif.
"Sumber dananya pasti antara lain dari pengusaha dan pemilik modal dengan kompensasi tertentu dan balas jasa tertentu. Kemudian dari kepala daerah, dan yang parah beberapa daerah bisa dari pejudi atau dikenal dengan botoh botoh," tambahnya.
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang sedang dibahas pemerintah dan DPR diharapkan bisa mencegah politik
- Mendagri Tito Ungkap Total Anggaran PSU Pilkada 2024 Rp 719 Miliar
- Konflik Tuntas, Gubernur Meki Nawipa Bakal Temui Masyarakat Puncak Jaya
- PSI Perorangan Kendaraan Politik Anyar Jokowi? Pakar Bilang Begini
- Abraham Sridjaja Pastikan Perluasan Peran TNI di Jabatan Sipil Tidak Sembarangan
- Budi Sulistyono Pertanyakan Efektivitas Investasi Danareksa di Garuda Indonesia
- Soal Skandal di Produk MinyaKita, Legislator PDIP Mengkritisi Pengawasan Kemendag