Politikus Gerindra: Daya Beli Terus Anjlok, Jangan Berkelit
Kesimpulan yang bisa ditarik dari angka-angka tersebut menurut politikus asal Jawa Barat ini, pertama, sedang terjadi distorsi pada daya beli masyarakat yang tak bisa dibantah.
Distorsi itu terjadi dan dirasakan terutama pada 40 persen masyarakat kelas bawah atau miskin.
Hal tersebut, lanjut dia, terlihat dari upah buruh sektor riil yang terus turun, serta nilai tukar petani (NTP) yang mengalami penurunan.
Pada kelas menengah juga kurang-lebih sama. Itu dapat dilihat pada pergeseran dan penghematan konsumsi karena uang yang terbatas.
Kedua, bahwa meski ekonomi dilaporkan tumbuh di kuartal III, namun itu tidak memiliki tricle down effect. Sektor riil terus tertekan.
"Saya mensinyalir bahwa ekonomi tersebut hanya bisa dinikmati oleh kelas atas yang saat ini menguasai hampir 39 persen pendapatan nasional," ucap Heri.
Dia pun menambahkan, tertekannya daya beli itu lalu berimbas pada penurunan kinerja industri ritel yang hanya mampu tumbuh di angka 5 persen, industri barang konsumsi kemasan hanya tumbuh 2,7 persen.
Ini terungkap dalam Survei Nielsen yang disebut-sebut sebagai pertumbuhan paling rendah dalam 5 tahun terakhir.
Heri menegaskan bahwa laporan BPS itu telah mengonfirmasi daya beli masyarakat sedang tertekan. Itu terjadi sejak kuartal II 2017.
- PPN Jadi 12 Persen Tahun Depan, Begini Imbasnya ke Masyarakat
- Ekonom Sebut Baru Kali Ini Indonesia Deflasi Berkepanjangan, Jangan Diremehkan
- Daya Beli Masyarakat Turun, Gaikindo Akan Revisi Target Penjualan Mobil
- TDN Dinilai Sukses Picu Daya Beli Masyarakat
- Indef Ungkap Potensi Ancaman Ekonomi RI 2024, Dipicu Daya Beli Masyarakat Melemah
- Pertumbuhan Ekonomi Jateng Dinilai Stabil Selama Kepemimpinan Ganjar, Angka Kemiskinan Turun