Politisasi PNS Terparah di NTT dan Sulut
Jumat, 11 Februari 2011 – 02:52 WIB
JAKARTA - Hakim konstitusi, Hamdan Zoelva menceritakan pengalamannya selama menangani sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, ada lima masalah teridentifikasi dan yang paling sering dipermasalahkan oleh pasangan yang menggugat hasil Pemilukada.
Masalah yang pertama adalah dimanfaatkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai tim sukses. Kata dia, hampir seluruhnya pemohon mempermasalahkan netralitas PNS baik di Pulau Jawa maupun luar Jawa. Namun, politisasi PNS yang paling parah terjadi di luar Pulau Jawa, khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Utara (Sulut).
Baca Juga:
"Calon incumbent yang paling parah memanfaatkan PNS itu di NTT dan Sulut. Di Pulau Jawa ada, tapi tidak terlalu kentara " kata Hamdan pada Focus Group Discussion bertajuk "Efisiensi Pemilukada yang Demokratis" di Jakarta, Kamis (10/2).
Hamdan menjelaskan dimanfaatkannya PNS menjadi tim sukses oleh calon incumbent karena pengaruhnya sangat besar di masyarakat. "Kepala lingkungan, RT, RW itu diangkat Lurah dan mendapat gaji. Jadi kalau tidak mau mendukung dipecat dia," katanya.
JAKARTA - Hakim konstitusi, Hamdan Zoelva menceritakan pengalamannya selama menangani sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Mahkamah
BERITA TERKAIT
- Minta Warga Parigi Coblos Ahmad Ali, Kaesang: Ajak Suami atau Istri, Mantan Juga
- Nana Sudjana Tekankan Kepala Desa dan Lurah Harus Netral dalam Pilkada
- Gaji Kader Posyandu di Bogor Cuma Rp 50 Ribu, Rena Da Frina Berjanji Akan Menaikkan
- Kampanye di Sulteng, Kaesang: Ahmad Ali Punya Hubungan Baik dengan Presiden & Wapres
- Lembaga Pemantau Independen Sebut Putusan Bawaslu Bojonegoro Berpihak & Tak Netral
- Bawaslu Bogor Segera Tindaklanjuti Dugaan Pembagian Amplop oleh Tim Rudy-Jaro