Politisi Anti-Islam Asal Belanda Akhirnya Peroleh Visa Australia
Politisi kontroversial asal Belanda, Geert Wilders, mengklaim pengajuan visa Australia-nya telah disetujui, yang artinya ia akan bisa mengunjungi Perth selama lebih dari seminggu untuk meluncurkan partai anti-Islam Australia.
Para pendiri Aliansi Kebebasan Australia atau ‘Australia Liberty Alliance’ sebelumnya sempat khawatir jika politisi sayap kanan itu tak bisa menghadiri peluncuran partai mereka karena keterlambatan visa, tapi tampaknya visa untuk Geert, kini, telah disetujui.
Dalam akun twitter-nya, Geert mengatakan, ia tak sabar untuk mengunjungi Perth.
Anggota Parlemen asal Belanda, Greet Wilders, mengatakan, ia telah mendapat visa Australia, (Foto: Marcel Antonisse, Reuters)
Partai anti-Islam tersebut, yang terinspirasi oleh kiprah Geert, ingin melarang beredarnya penutup wajah penuh di ruang publik dan menyerukan moratorium 10-tahun terhadap pengajuan visa tinggal dari warga negara-negara Islam.
Departemen Imigrasi Australia telah dihubungi untuk memberikan komentar.
Pada tahun 2012, anggota Parlemen sayap kanan di Belanda itu pernah diundang oleh kelompok anti-multikulturalisme ‘Q Society’ untuk memberi serangkaian pidato, tetapi aplikasi visanya terhenti, dan ia terpaksa membatalkan tur.
Penundaan di tahun 2012 itu disebabkan ia berada di dalam daftar peringatan, yakni database orang-orang yang perlu diwaspadai di Australia.
Politisi kontroversial asal Belanda, Geert Wilders, mengklaim pengajuan visa Australia-nya telah disetujui, yang artinya ia akan bisa mengunjungi
- Inilah Sejumlah Kekhawatiran Para Ibu Asal Indonesia Soal Penggunaan Media Sosial di Australia
- Dunia Hari ini: Trump Bertemu Biden untuk Mempersiapkan Transisi Kekuasaan
- Dunia Hari Ini: Penerbangan dari Australia Dibatalkan Akibat Awan Panas Lewotobi
- Dunia Hari Ini: Tabrakan Beruntun Belasan Mobil di Tol Cipularang Menewaskan Satu Jiwa
- Korban Kecelakaan WHV di Australia Diketahui Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga di Indonesia
- Trump Menang, Urusan Imigrasi jadi Kekhawatiran Warga Indonesia di Amerika Serikat