Politisi Selebriti, Fenomena dan Kontroversi

Politisi Selebriti, Fenomena dan Kontroversi
MAJU - Julia Perez saat jumpa pers tentang pencalonannya menjadi Bupati Pacitan di Mega Mall Bekasi, Jawa Barat, Kamis (1/4). Foto: Fedrik Tarigan/Indopos.
John Street (2004), dalam sebuah artikel bertajuk "Celebrity Politicians: Popular Culture and Political Representation", sebagaimana dirilis situs Wiley Interscience, termasuk salah seorang yang coba menelaah fenomena itu - kendati tampak cenderung mengajukan argumen-argumen yang membantah alasan para pengkritik. Antara lain yang disebutkannya adalah, bahwa pada dasarnya sah-sah saja selebriti yang menjadi politisi memanfaatkan kelebihan penampilan/fisik atau popularitas mereka, karena memang hal itu merupakan aspek sah yang melandasi pilihan para pemilih (voters) yang notabene - pilihan mereka itu - tak bisa diganggu gugat.

:POLLING Kendati begitu, Street sendiri mengakui bahwa tidak semua contoh politisi selebriti dalam hal ini bisa dikatakan layak, atau benar-benar pas di dunia barunya itu. Sementara lebih jauh, Street pun terlebih dulu telah menggaribawahi, bahwa istilah "politisi selebriti" sendiri tidak pula bisa digeneralisasi, karena menurutnya ada dua varian dalam pemahaman itu. Yang pertama adalah politisi yang menggunakan aspek keselebritisan, sementara varian yang kedua adalah selebriti yang lebih cocok disebut sebagai 'aktivis politik' (seperti artis-artis yang kerap menyuarakan perdamaian, nyata-nyata menentang perang, anti kesenjangan sosial dan sebagainya, Red).

Sementara untuk kelompok yang pertama sendiri, ada dua pula jenisnya kata Street, yakni selebriti 'beneran' (artis, model, olahragawan dan lain-lain) yang lantas menjadi politisi, serta politisi yang memanfaatkan unsur (dunia) selebriti untuk meraih jabatan atau menggapai popularitas. Sebuah pandangan yang menarik tentunya, karena jika ditarik ke fenomena yang ada di Indonesia, berarti juga bahwa sebagian besar - kalau bukan semua - pejabat/kepala pemerintahan dan anggota dewan di negeri ini, baik yang masih berjuang maupun yang sudah duduk, berada pada kelompok besar (varian) yang sama dengan artis-artis seperti Jupe, Ayu Azhari, Rano Karno, Adjie Massaid, Angelina Sondakh, Tere dan lain-lain. Ya, karena dalam hampir semua kampanye atau penampilan para pejabat itu, aspek keselebritisan atau popularisme dunia hiburan selalu menjadi bagian penting dalam menarik perhatian (dukungan dan suara) massa.

Terlepas dari itu, berdasarkan apa yang ada di sekitar saat ini maupun yang terus bermunculan di dunia lebih luas, satu kesimpulan agaknya bisa ditarik. Bahwa kalaupun misalnya sosok seperti Jupe akhirnya tak jadi maju ke pilkada dimaksud pun, kelak masih akan ada lagi yang kurang lebih sama. Entah itu minggu depan, bulan depan, tahun depan, atau kapan-kapan. Tinggal bagaimana masyarakat (pemilih) akan terpengaruh olehnya saja, sebelum akhirnya menentukan pilihan (lewat suara). Dan jika prosesnya tanpa kecurangan, siapa pula yang bisa menyalahkan suara rakyat itu? (ito/jpnn)
Berita Selanjutnya:
Hanura Siap Dukung Jupe

POLITISI selebriti atau selebriti politisi, terserah mau pakai istilah yang mana. Yang jelas, ungkapan itu tampaknya bisa mewakili salah satu topik


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News