Polri Diyakini Bisa Ciptakan Suasana Damai Jelang Pilpres

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti senior dari Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap mengatakan, peta politik kekuasaan setelah Pilpres 2014 terbagi menjadi dua poros.
Yakni, poros pendukung pemerintah yang dipimpin PDI Perjuangan dan oposisi yang digalang Partai Gerindra.
“Konflik terbuka pertama antara dua kekuatan ini saat Pilkada DKI 2017 antara kelompok Islam politik dan calon dukungan penguasa di satu sisi bersama jejaring politiknya,” kata Muchtar dalam diskusi dengan tema Political Power Mapping menuju 2019 di Jakarta, Rabu (22/10).
Menurut dia, jelang Pemilu 2019 muncul fenomena anticalon patahana.
Yakni kekuatan oposisi rakyat yang kecewa akibatnya gesekan di tingkat masyarakat membesar.
Namun, kata Muchtar, fenomena itu masih di ranah media sosial dan belum meluas menjadi konflik terbuka akibat perbedaan pilihan politik.
"Saya percaya sekeras apa pun perseteruan warga di media sosial atau kegaduhan yang diciptakan di media mainstream tidak akan meluas menjadi konflik horisontal,” kata Muchtar.
Dia mencontohkan pemberitaan di media pada Pilkada DKI 2017 lalu. Menurut dia, hal yang ada di media tidak berlaku di dunia nyata.
Muchtar Effendi Harahap mengatakan, peta politik kekuasaan setelah Pilpres 2014 terbagi menjadi dua poros
- RKUHAP Tak Akan Menjadikan Kepolisian & Kejaksaan Tumpang Tindih Tangani Perkara
- Isu Ijazah Palsu Jokowi Ramai Lagi, UGM Berkomunikasi dengan Polri
- Polres Pacitan Didemo Gegara Kasus Polisi Perkosa Tahanan
- Sespimmen Menghadap Jokowi, Pengamat Singgung Ketidaktegasan Prabowo Memimpin
- Dittipidsiber Bareskrim Turun Tangan Usut Gangguan Sistem Bank DKI
- Lemkapi Minta Pertemuan Sespimmen dengan Jokowi Tak Dipolitisasi